Di era sekarang ini, seorang pemimpin perlu memiliki integritas dan profesionalitas yang kuat agar bisa memberikan dampak dan manfaat bagi dunia di masa depan. Menurut Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, perempuan dalam hal ini juga bisa memiliki peran serupa sebagai pemimpin untuk bisa menghadirkan perubahan yang berkelanjutan. “Pemimpin perempuan masa kini bukanlah sebagai bentuk untuk mendominasi, melainkan untuk melengkapi dan menjaga keseimbangan,” tutur Sherly dalam acara Leadership Day 2025, di GIK UGM, Selasa (11/11).
Sebagai seorang Gubernur, Sherly menilai bahwa kepemimpinan perempuan memiliki keunggulan pada aspek empati. “Empati bukan kelemahan. Dari empati lahir keputusan yang tepat, karena kita benar-benar mendengar. Empati menjadi kekuatan yang mampu membangun kepercayaan, yang pada akhirnya memperkuat legitimasi kepemimpinan,” jelas Sherly.
Acara Leadership Day 2025 menghadirkan tokoh-tokoh nasional dengan latar belakang beragam untuk berbagi pandangan mereka tentang kepemimpinan di tengah disrupsi teknologi, perubahan sosial, dan tantangan global. Selain Sherly Tjoanda, kegiatan ini juga menghadirkan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Pramudya Iriawan Buntoro, Dirjen Sains dan Teknologi, Kemdiktisaintek RI Dr. Ahmad Najib Burhani, M.A., Managing Director Holding Operational Daya Anagata Nusantara (Danantara) Agus Dwi Handaya, serta Staf Ahli Bidang Sosial Ekonomi dan Budaya, Kementerian Komunikasi dan Digital RI Raden Wijaya Kusumawardhana.
Ahmad Najib Burhani membahas pentingnya kolaborasi lintas disiplin dalam menghadapi tantangan global seperti teknologi digital, perubahan iklim, dan konflik geopolitik. Dengan kolaborasi lintas disiplin, sebuah skill kepemimpinan akan mampu menghubungkan nilai, ide, dan realitas yang ada. “Di dalam kepemimpinan perlu melihat perbedaan yang ada di masyarakat dan kondisi negara. Berbagai macam pendekatan dikolaborasikan untuk menghasilkan pandangan yang lebih artistik sehingga kita bisa menghasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat,” tutur Ahmad Najib dalam sesinya.
Sementara Agus Dwi Handaya menyoroti bahwa transformational leadership atau kepemimpinan transformasional, secara akademis didefinisikan sebagai kepemimpinan yang dijalankan dengan integritas tinggi. Ia menekankan agar untuk menjadi seorang pemimpin, seseorang perlu mampu menggerakkan perubahan melalui keteladanan dan visi yang jelas. “Seorang pemimpin transformasional tidak hanya dituntut memiliki kompetensi teknis dan strategis di bidangnya, tetapi juga harus mampu berperan sebagai strategic business leader, strategic risk leader, dan strategic people leader yang mampu mengelola risiko, menggerakkan tim, serta menciptakan nilai tambah dari setiap peluang yang ada,” ujar Handaya.
Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran UGM, Prof. Dr. Wening Udasmoro, S.S., M.Hum., DEA., yang mewakili Rektor UGM, mengatakan kepemimpinan modern dihadapkan pada kompleksitas tantangan global yang menuntut kolaborasi lintas sektor. Menurutnya pemimpin perlu memperkuat kompetensi dan kolaborasi. “Kepemimpinan hari ini menghadapi kompleksitas tinggi. Diperlukan visi yang inklusif dan tindakan nyata, bukan sekadar output kuantitatif. UGM berkomitmen menjadi pusat lahirnya pemimpin berdaya saing global,” tutur Wening.
Dekan Sekolah Pascasarjana UGM, Prof. Dr. Siti Malkhamah, M.Sc., Ph.D., mengatakan kegiatan Leadership Day diselenggarakan Program Magister dan Doktor Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan (DKIK) ini diharapkan dapat menjadi wadah refleksi, inspirasi, dan kolaborasi lintas disiplin bagi para akademisi, praktisi, pemimpin publik, dan generasi muda untuk memperkuat model kepemimpinan masa depan yang adaptif, inovatif, serta berorientasi pada kolaborasi dan perubahan. “Kepemilikan keilmuan pun harus mampu bertransformasi dan berevolusi sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan demikian, efek dan manfaatnya dapat segera dirasakan secara luas,” ujarnya.
Penulis : Jelita dan Lintang
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Firsto
