
Perubahan iklim global yang kian ekstrem mulai menunjukkan dampaknya pada sistem cuaca regional, termasuk di kawasan Asia Tenggara. Peningkatan intensitas monsun Indo-Australia, yang menyebabkan wilayah Australia bagian utara menjadi lebih basah, turut berkontribusi terhadap percepatan pencairan es di Samudra Atlantik. Dampaknya, musim hujan di belahan Bumi utara melemah, dan sebagian kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, diprediksi akan mengalami kondisi yang lebih kering. Temuan ini didasarkan pada analisis sampel inti sedimen purba dari dasar laguna di Northern Territory, Australia. Penelitian tersebut dipublikasikan dalam jurnal Palaeogeography, Palaeoclimatology, Palaeoecology edisi terbaru, dan mengungkap keterkaitan erat antara perubahan sirkulasi iklim global dengan dinamika musim hujan di kawasan tropis.
Menanggapi temuan tersebut, pakar agrometeorologi dan perubahan iklim dari Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Gadjah Mada, Bayu Dwi Apri Nugroho, S.T.P., M.Agr., Ph.D., menyatakan bahwa mencairnya es di Atlantik dapat mengganggu keseimbangan sistem iklim dan cuaca di Indonesia. Ketidakseimbangan ini tidak hanya mempengaruhi pola hujan, tetapi juga berdampak pada sistem pertanian dan ketahanan pangan. Menurutnya, kemampuan memahami dan merespons dinamika iklim menjadi kunci keberhasilan adaptasi di tingkat lokal maupun nasional. “Fluktuasi iklim berskala global ini perlu diantisipasi secara serius oleh pemerintah maupun masyarakat,” ungkapnya, Rabu (23/7), saat diwawancara.
Bayu juga menyoroti tantangan dalam merumuskan kebijakan berbasis iklim akibat masih terbatasnya kualitas dan konsistensi data cuaca di Indonesia. Sulitnya memprediksi cuaca secara presisi menjadi hambatan dalam pengambilan keputusan strategis, terutama di sektor-sektor vital seperti pertanian dan pengelolaan sumber daya air. Untuk menjawab tantangan tersebut, diperlukan upaya besar seperti pembangunan embung, pemanfaatan air tanah (water harvesting), serta penguatan sistem peringatan dini berbasis dampak. Di sisi lain, penelitian bibit unggul tahan kekeringan dan revitalisasi infrastruktur irigasi juga menjadi langkah penting. “Semua ini tentunya memerlukan sinergi antara riset ilmiah, kebijakan publik, dan inovasi teknologi,” tutur Bayu.
Menurutnya, sistem iklim dan cuaca bekerja dalam skala yang luas dan saling terhubung secara regional maupun global. Oleh karena itu, pengembangan sistem prediksi iklim yang lebih akurat harus didukung oleh kolaborasi internasional. Ia menekankan pentingnya pendekatan terpadu antara ilmuwan, pembuat kebijakan, dan masyarakat untuk menghadapi dampak perubahan iklim yang semakin nyata. “Sistem cuaca dan iklim adalah sistem dalam skala regional dan global, perlu riset lebih lanjut dengan stasiun observasi bersama, berbagi data cuaca iklim melalui big data bersama, model prediksi dan pengembangan teknologi adaptasi dan mitigasi iklim,” paparnya.
Bayu juga mengajak generasi muda untuk menjadi agen perubahan yang aktif dalam isu perubahan iklim. Ia mendorong peningkatan literasi iklim dan sosialisasi gaya hidup berkelanjutan yang mencintai bumi. Langkah-langkah kecil seperti berjalan kaki, menghemat air, menanam pohon, serta menjaga konservasi tanah dan air merupakan kontribusi nyata yang dapat dilakukan setiap individu. Menurutnya, perubahan besar dimulai dari kesadaran dan tindakan sederhana di tingkat komunitas. Peran pemuda sangat penting dalam mendorong perubahan pola pikir menuju masa depan yang lebih berkelanjutan.
Sebagai institusi riset yang berkomitmen terhadap isu lingkungan, UGM terus berperan aktif dalam mengkaji dampak perubahan iklim melalui penelitian-penelitian lintas disiplin dengan memberikan solusi berbasis sains untuk ketahanan iklim nasional. UGM mendorong integrasi ilmu pengetahuan dan kebijakan publik agar adaptasi terhadap perubahan iklim dapat dilakukan secara tepat sasaran. Dengan riset yang berkelanjutan, UGM berharap dapat menjadi garda depan dalam menjaga keseimbangan lingkungan dan memperkuat ketahanan sosial-ekologis Indonesia.
Penulis: Kezia Dwina Nathania
Ilustrasi: Freepik
Editor: Triya Andriyani