Gencarnya kampanye menjelang tahun politik memunculkan interaksi menarik antara masyarakat, capres-cawapres, dan media. Berbeda dengan pemilu sebelumnya, kampanye dalam ranah media, baik digital maupun konvensional nampaknya menjadi tren gaya politik terkini. Kali ini, Center for Digital Society (CfDS), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM melakukan analisis penyajian konten politik dalam media konvensional yang dirilis pada Selasa (14/11).
Sejak dulu, media jurnalisme selalu menjadi kanal informasi utama yang terpercaya sekaligus memiliki pengaruh besar dari waktu ke waktu. Meskipun perkembangan media sosial menawarkan aksesibilitas dan kecepatan yang lebih baik, media jurnalisme tetap dipilih masyarakat sebagai media yang paling terpercaya. Selain itu, media jurnalisme secara prinsip juga dapat memengaruhi masyarakat, pemilihan informasi, dan branding politisi. M. Perdana Karim, Irbah Asfarina, dan Emira Anjani, tiga Peneliti CfDS mengungkapkan kecenderungan media dalam publikasi artikel menuju Pemilu 2024, baik dari konten, sentimen, hingga capres-cawapres yang diangkat.
“Kenapa kami memilih media jurnalisme? Karena kami melihat media ini memiliki peran penting dalam membawa narasi. Dalam penelitian ini kami mengambil lima media yang paling populer, yaitu detik.com, tribunnews.com, kompas.com, cnbcindonesia.com, dan cnnindonesia.com. Kelimanya ini dinilai media paling populer diakses. Dan kami menemukan banyak artikel yang berkaitan dengan konteks Pemilu 2024,” tutur Karim. Pengambilan data dilakukan dengan menganalisis artikel yang mengandung kata kunci nama ketiga capres, pemilu, dan capres, sepanjang bulan 1 Januari 2022-10 Oktober 2023. Ditemukan setidaknya 47.305 artikel yang dihasilkan dari kelima media tersebut.
“Riset ini berhasil menemukan berbagai data dan di sini menunjukan dominasi Detik dalam penyebutan nama capres dengan total 23.070 artikel, disusul Tribun sebanyak 15.388 artikel, CNN sebanyak 5.320 artikel, CNBC sebanyak 1.793 artikel, dan Kompas dengan total 1.734 artikel,” ungkap Karim. Masing-masing media memiliki kecenderungan untuk menyebutkan salah satu nama capres. CNBC, memiliki banyak artikel yang cenderung menyebutkan “Anies” dan “Prabowo” dibanding “Ganjar”. Sedangkan Detik, Kompas, dan Tribun cenderung lebih banyak menyebut “Ganjar”. Karim menambahkan, data ini menunjukan adanya unbalaced coverage atau ketidakseimbangan topik dalam media. Namun hal ini tidak menentukan keberpihakan media jurnalisme pada satu atau dua capres-cawapres, tanpa adanya analisis sentimen yang dibangun.
Berdasarkan total artikel dari kelima media, ditemukan lebih banyak artikel dengan sentimen negatif dibanding positif. Sentimen tersebut dikemas melalui berbagai kritik, pembahasan kembali rekam jejak capres, kinerja, hingga sentimen terhadap partai. Contohnya, Anies Baswedan banyak dibahas oleh media CNBC dengan presentase 0,93% sentimen positif, dan 8,87% sentimen negatif. Sedangkan Ganjar Pranowo banyak diangkat oleh Kompas sebanyak 1,89% sentimen positif dan 3,78% sentimen negatif. Prabowo Subianto, juga diangkat oleh CNBC dengan 2,43% sentimen positif dan 7,14% sentimen negatif.
“Pembangunan sentimen ini sebenarnya memerlukan kontekstualisasi lebih dalam, ya. Karena sentimen negatif dalam hal ini bukan terbatas pada kata-kata yang bersifat negatif pada satu pihak, namun juga kata seperti ‘kecewa’, ‘sedih’, ‘berkhianat’, dan lain-lain. Tapi untungnya, dari sekian data ini dapat dilihat bahwa 95% jumlah rata-rata artikel yang dipublikasikan itu bersifat netral. Dan lima media ini tidak menunjukan kecenderungan yang drastis apakah dia memihak atau memojokan satu capres,” ulas Karim.
Penulis: Tasya