
Tim Peneliti Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) RI sepakat menjalin kolaborasi riset di bidang perlindungan tanaman, khususnya pemanfaatan teknologi nuklir untuk pengendalian lalat buah sebagai hama utama komoditas hortikultura. Pasalnya, pasar ekspor produk buah hortikultura sering terkendala akibat terserang hama.
Ketua Program Studi Magister Ilmu Hama Tanaman Faperta UGM, Dr. Suputa, S.P., M.P., mengatakan kolaborasi ini akan fokus pada peningkatan daya saing komoditas hortikultura lokal, terutama salak pondoh sebagai ikon Yogyakarta. “Serangan lalat buah menjadi hambatan serius dalam ekspor buah Indonesia,” kata Suputa saat menerima kunjungan tim peneliti BRIN di Joglo Fakultas Pertanian UGM, Sabtu (23/8).
Suputa menyebutkan salah satu kasus di tahun 2016, salak yang diekspor ke Australia dimusnahkan karena ditemukan belatung lalat buah. Sejak itu, Australia tidak lagi menerima ekspor salak dari DIY. Padahal menurut Suputa, dengan dukungan teknologi nuklir, telur maupun larva lalat buah di dalam salak dapat dimatikan. “Kita harapkan produk buah kita diterima negara mitra dagang,” terangnya.
Suputa menambahkan, harapan terbesar dari kolaborasi ini adalah meningkatkan devisa negara melalui sektor ekspor sekaligus menjaga keberlangsungan buah lokal. “Kolaborasi ini wujud interdisiplin dan multidisiplin, agar tidak ada ego sektoral. Tujuan utamanya adalah kemaslahatan bersama, terutama meningkatkan kesejahteraan petani,” ujarnya.
Menurut Supta, kolaborasi riset ini bisa menjadi langkah awal yang produktif untuk membangun sinergi riset, khususnya dalam penerapan fitosanitari dan Teknik Serangga Mandul (TSM) berbasis teknologi nuklir, yang bermanfaat bagi peningkatan keamanan pangan dan daya saing komoditas hortikultura Indonesia.
Perwakilan BRIN, Murni Indarwatmi, menyampaikan bahwa peluang pemanfaatan teknologi nuklir di sektor perlindungan tanaman sangat besar, terutama dalam proses pascapanen untuk memenuhi standar ekspor. “Peluangnya itu besar sekali. Untuk bagian pascapanen, pemanfaatan iradiasi khususnya untuk buah-buahan adalah untuk perlakuan fitosanitari. Dengan iradiasi, radiasi bisa menembus hingga ke dalam buah dan membunuh telur maupun larva hama lalat buah yang tersembunyi,” tuturnya.
Meski begitu, Murni mengakui masih ada tantangan berupa persepsi masyarakat terkait nuklir yang kerap diasosiasikan dengan bom atau kecelakaan reaktor. “Sebenarnya iradiasi ini tidak ada bahan radioaktif yang menempel sama sekali di produk. Dosisnya kecil dan aman, justru memastikan buah yang diekspor bebas dari hama,” pungkasnya.
Penulis : Kezia Dwina Nathania
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Salwa