
Salah satu tantangan di industri peternakan unggas adalah ketersediaan pakan yang efisien secara ekonomi, namun tetap menjaga kualitas produk dan keberlanjutan lingkungan. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah pengembangan pakan rendah protein guna mengurangi emisi amonia dari peternakan unggas. Namun demikian, penurunan kadar protein dalam pakan kerap menyebabkan peningkatan kadar lemak dalam tubuh ayam.Tim peneliti dari Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada menemukan bahwa minyak dari larva BSF atau black soldier fly larvae oil (BSFLO) mampu menurunkan kadar lemak pada ayam broiler yang diberi pakan rendah protein. Hasil riset ini telah dipublikasikan di jurnal Poultry Science yang termasuk dalam kategori Quartil 1 (Q1) dan memiliki impact factor sebesar 3,8.
Dr. Muhsin Al Anas, S.Pt., IPP, selaku peneliti utama mengatakan black soldier fly (BSF) bisa menjadi salah satu solusi untuk menghasilkan daging ayam yang lebih sehat karena bisa menjkadi bahan alternatif yang menjanjikan dalam penyusunan pakan unggas masa depan. “Kami ingin menghadirkan solusi yang tidak hanya efisien secara biaya, tetapi juga berdampak positif bagi kesehatan hewan, kualitas daging, dan kelestarian lingkungan,” jelas Selasa (10/6).
Dalam eksperimen yang dilakukan, sebanyak 288 ayam broiler dibagi ke dalam enam kelompok berdasarkan kombinasi kadar protein (tinggi, sedang, rendah) dan jenis minyak (minyak sawit dan BSFLO) dalam pakan. Hasilnya menunjukkan bahwa meskipun pakan rendah protein menyebabkan penurunan bobot tubuh, penambahan BSFLO mampu mengurangi dampak negatif tersebut. Bahkan, ayam yang diberi BSFLO menunjukkan rasio konversi pakan (feed conversion ratio atau FCR) yang lebih baik, menandakan efisiensi pemanfaatan pakan yang lebih tinggi. Efisiensi ini penting, terutama mengingat tingginya harga bahan baku pakan sumber protein. “Perbaikan FCR yang kami amati menunjukkan bahwa BSFLO berkontribusi dalam peningkatan efisiensi energi metabolik ayam broiler,” lanjut Muhsin.
Lebih jauh lagi, pengaruh BSFLO tidak hanya terlihat pada parameter fisik, tetapi juga pada level molekuler. Pakan rendah protein diketahui dapat meningkatkan ekspresi gen pembentuk lemak seperti FAS, ACC, dan SREBP-1, yang berdampak pada meningkatnya kadar lemak dalam tubuh ayam. Namun, ketika BSFLO ditambahkan, ekspresi gen-gen tersebut menurun secara signifikan. Sebaliknya, ekspresi gen peluruh lemak seperti CPT-1 dan PPARα mengalami peningkatan. Kandungan asam laurat dalam BSFLO diduga berperan sebagai agen utama dalam menekan pembentukan kolesterol, dengan menghambat enzim HMG-CoA reduktase.m“Melalui pendekatan molekuler nutrigenomik, kami membuktikan bahwa BSFLO dapat memengaruhi ekspresi gen dan mengarahkan metabolisme ayam broiler ke jalur yang lebih sehat,” terang Muhsin.
Dampak positif dari penggunaan BSFLO juga tercermin pada kualitas daging ayam. Lemak perut (fat pad) yang umumnya meningkat pada ayam dengan pakan rendah protein, menurun secara signifikan pada kelompok yang mendapat tambahan BSFLO. Selain itu, kandungan protein dalam daging meningkat, sementara kadar lemak dan kolesterolnya menurun. Daging ayam yang dihasilkan juga memiliki daya ikat air yang lebih baik saat dimasak, sebuah indikator penting dalam penilaian kualitas sensorik dan fisik daging.
Dari sisi keberlanjutan, pakan rendah protein terbukti mampu menurunkan kadar nitrogen dan amonia dalam litter ayam, dua zat yang menjadi penyebab utama pencemaran udara di sekitar kandang. Meskipun BSFLO tidak secara langsung memengaruhi litter, penggunaannya bersama pakan rendah protein mampu menciptakan sistem pemeliharaan ayam yang lebih ramah lingkungan dan nyaman bagi peternak maupun ternaknya. “Inovasi ini sejalan dengan target industri peternakan global untuk menekan emisi dan dampak lingkungan tanpa menurunkan produktivitas,” jelas Muhsin.
Melalui penelitian ini, UGM menunjukkan komitmennya dalam mendukung kemandirian pangan nasional melalui riset berbasis sumber daya lokal. Pemanfaatan larva BSF dan penerapan pendekatan molekuler menjadi contoh nyata bagaimana inovasi peternakan dapat menjawab tantangan produktivitas, kesejahteraan hewan, kesehatan masyarakat, dan pelestarian lingkungan secara bersamaan. “Kami percaya bahwa solusi lokal yang dikembangkan melalui riset yang kuat adalah kunci menuju sistem pangan yang mandiri dan berkelanjutan,” pungkas Muhsin.
Penulis : Triya Andriyani
Foto : Freepik