Peneliti Parasitologi Hewan dari Masaryk University, Republik Ceko, Prof. MVDr. Ivona Foitova, Ph.D., mengatakan parasit yang ada di orang utan juga dapat ditemukan di tubuh manusia karena keduanya memiliki genetik yang hampir berdekatan. Dalam penelitiannya, Ivona mengungkapkan bahwa terdapat tiga jenis parasit yang ditemukan dalam orang utan diantaranya Pongobus Hugot, Mammomonogamus laryngeus, hingga BalantidiumColi yang memiliki tingkat prevalensi tinggi bagi orang utan.
“Ketiga parasit ini menyebabkan masalah serius pada orangutan, terutama pada parasit Balantidium Coli yang tercatat menyebabkan kematian tinggi bagi orang utan,” kata Ibona saat menyampaikan kuliah umum yang bertajuk Wildlife Parasites yang digelar di ruang Multimedia 1 Gedung V4, fakultas Kedokteran Hewan UGM, Senin (3/11).
Lebih lanjut, ia juga menyoroti temuan penelitiannya yang mengungkap bagaimana orang utan melakukan penanganan sendiri dalam mencegah terjangkitnya parasit yang dikenal sebagai perilaku swamedikasi. “Perilaku yang biasa dilakukan orang utan ini mencakup mengunyah bahan abnormal, menelan daun, hingga mengoleskan segala sesuatu pada tubuh. Terdapat korelasi penurunan parasit dan konsumsi jenis tumbuhan tertentu pada orang utan,” jelasnya.
Menurut Ivona, Informasi yang akan didapatkan dari penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk orang utan dalam mengintroduksi, konservasi, dan melindungi hewan. “Tapi karena orang utan juga memiliki genetik yang sama dengan kita, kita juga bisa memanfaatkan informasi tersebut,” jelasnya.
Kuliah umum yang diselenggarakan oleh Kelompok Studi Satwa Liar (KSSL) Fakultas Kedokteran Hewan UGM ini juga drh. Aji Winarso, M.Si., dari Universitas Nusa Cendana, serta drh. Lintang Firdausy dari Universitas Gadjah Mada. Lebih lanjut, kegiatan perkuliahan umum ini membahas parasit yang ada di dalam hewan konservasi Indonesia diantaranya orang utan, gajah, dan komodo.
Lintang menyampaikan materinya mengenai spesies gajah yang ada di Sumatera dan Kalimantan. Ia mengungkapkan bahwa gajah memiliki peran penting dalam menjaga ekosistem hutan. Kegiatan penambangan, illegal logging, dan perubahan ekosistem menyebabkan meningkatnya transisi penyakit dari hewan lain ke gajah maupun gajah ke manusia.
Ia menyebut, infeksi Elephant Endotheliotropic Herpesvirus (EEHV) merupakan infeksi fatal yang paling sering menjangkit anak gajah. Selain itu, terdapat parasit-parasit lain seperti endoparasit, ektoparasit, serta tuberkulosis yang disebabkan karena adanya interaksi intens dengan manusia. “Baik parasit maupun infeksi virus EEHV sering menjangkiti gajah, khususnya pada infeksi EEHV yang dapat mematikan anak gajah selama 24 jam setelah pertama terjangkit,” jelasnya.
Lain halnya dengan orang utan maupun gajah, saat komodo masih memiliki data penyakit yang terbatas. drh. Aji Winarso mengungkapkan terdapat risiko penularan penyakit antara manusia, komodo, dan hewan mangsanya seperti rusa. Dalam penelitiannya, ia mengungkap temuan parasit yang didapatkan melalui sampel feses serta darah komodo, diantaranya cacing pita, ektoparasit, parasit darah, hingga miasis yang merupakan keadaan belatung pada luka di tubuh komodo. “Ditemukan hepatozoon dalam eritrosit berinti komodo, serta miasis yang disebabkan oleh adanya perkelahian antar komodo jantan dalam bertahan hidup,” jelasnya.
Sebagai penutup, drh. Aji menyampaikan bahwa dalam melakukan penelitian ini, kita perlu memperhatikan lingkungan dan hewan-hewan sekitarnya tempat tinggal parasit berada. “Fokus kita jangan hanya sebatas pada parasit, kita juga perlu memperhatikan lingkungan bagaimana parasit itu tinggal. Karena parasit lebih banyak berada di lingkungan daripada di tubuh,” pungkasnya.
Penulis : Cyntia Noviana
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Jesi dan orangutan.or.id
                        