Isu perubahan iklim kian marak dibicarakan seiring dengan munculnya berbagai masalah lingkungan. Konsensus internasional pun telah menyetujui adanya target pengurangan emisi karbon di setiap negara. Indonesia sendiri telah mencapai target penurunan emisi karbon sebesar 91,4 juta ton pada tahun 2022, dan diharapkan akan mencapai 116 juta ton di tahun ini. Untuk itu, diperlukan adanya kerja sama di berbagai bidang, termasuk akademik dan penelitian.
Menyadari pentingnya peran perguruan tinggi dalam isu tersebut, lima mahasiswa UGM yang tergabung dalam kelompok Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) menciptakan inovasi menarik di sektor peternakan. Sektor ini disebut-sebut sebagai penyumbang gas metana terbesar ketiga yang menyumbang 20-25% gas metana di dunia. Emisi karbon dihasilkan melalui proses fermentasi dalam sistem pencernaan ternak yang dikeluarkan melalui sendawa dan feses. Sayangnya, belum banyak inovasi yang berusaha mengatasi permasalahan di sektor peternakan. Inilah yang mendorong PKM-RE untuk menciptakan suplemen pakan ternak ramah lingkungan berbahan dasar rumput laut (Sargassum sp. dan Gracilaria sp.)
“Alasan kami memilih macroalgae sebagai bahan utama suplemen pakan ternak ruminansia adalah dengan adanya kandungan tanin dan saponin pada makroalga yang memiliki kemampuan menurunkan produksi gas metana. Rumput laut sudah banyak dimanfaatkan pada bidang pangan, pakan dan farmakologi. Tetapi di bidang peternakan terkait pakan aditif merupakan tantangan bagi kami untuk melakukan eksplorasi dan identifikasi senyawa penting yang bisa kami manfaatkan, apalagi menjadikan ini menjadi produk yang siap pakai, berkualitas, dan terjangkau bagi peternak,” ucap Ahmad Rizal selaku Ketua Tim.
Produk olahan rumput laut berbentuk pelet sengaja dipilih untuk memudahkan peternak dalam pemberian pakan, maupun penyimpanannya. “Produk penelitian kami dijadikan pelet agar peternak lebih mudah mengaplikasikannya sehingga lebih efisien. Selain itu, dengan inovasi berupa suplemen berbentuk pelet, suplemen pakan ternak menjadi lebih awet dan dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama,” ungkap Siti Komariyah. Rumput laut telah lama menjadi bahan dasar berbagai produk olahan, baik di bidang pangan maupun non pangan. Namun inovasi penggunaan rumput laut sebagai suplemen pakan ternak dalam bentuk siap pakai, baru dimunculkan dalam penelitian ini.
Tim yang terdiri dari lima anggota, yakni Ahmad Rizal Riswanda Danuartha (Program studi Ilmu dan Industri Peternakan, angkatan 2022), Akmal Bunyamin (Program studi Biologi, angkatan 2021), Anggi Abdillah Surya Amni (Program studi Kimia, angkatan 2022), Yessa Juliaputri (Program studi Manajemen Sumberdaya Akuatik, angkatan 2021), dan Siti Komariyah (Program studi Ilmu dan Industri Peternakan, angkatan 2022) ini dibimbing langsung oleh Moh. Sofiul Anam, S.Pt. M.Sc., sebagai dosen pendamping. Awalnya, tim ini menyadari banyaknya deretan pantai di Yogyakarta yang memiliki potensi budi daya rumput laut. Alhasil, ditemukanlah Pantai Trenggole, Gunung Kidul, sebagai salah satu area pengambilan sampel rumput laut.
“Awalnya kami mencari sampel rumput laut di pantai Trenggole Gunung Kidul, lalu rumput laut yang ditemukan diolah menjadi pelet. Setelah itu, kami melakukan uji in vitro di Lab TMT menggunakan cairan rumen yang diambil dari sapi fistula bangsa bali. Kemudian dari uji in vitro tersebut kita ambil gas nya untuk dilakukan analisis produksi gas karbon dioksida dan metananya. Dan setelah hasil uji gas test-nya keluar positif bahwa pakan suplemen ini mampu menurunkan emisi gas metana hasil dari fermentasi rumen,” tutur Anggi.
Hasil uji di Balai Pengujian Standar Instrumen Lingkungan Pertanian Pati menyebutkan, pelet suplemen buatan Rizal dan kawan-kawan telah meminimalkan produksi gas metana sebesar 21,19% dalam skala 3% suplementasi, dan 21,38% dalam skala 6% suplementasi. Tak hanya itu, pelet suplemen ini ternyata mampu meningkatkan daya cerna energi dalam pakan kering hingga 7.29%. Padahal sebelumnya, energi dalam pakan tidak dapat terserap maksimal akibat produksi gas metana. Penelitian ini tentunya menjadi prestasi membanggakan yang berpotensi besar membantu mengurangi produksi gas metana dunia. Dengan begitu, target pengurangan emisi karbon bisa didorong lebih jauh hingga perubahan iklim dapat teratasi.
Penulis: Tasya