
Presiden Prabowo Subianto dan Presiden kelima RI sekaligus Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri melakukan pertemuan empat mata pada hari selasa lalu di Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (7/4) malam. Keduanya disebut berbicara secara tertutup tanpa melibatkan satu pun elite PDIP dan Partai Gerindra yang dipimpin Prabowo.
Pengamat politik UGM, Alfath Bagus Panuntun El Nur Indonesia, S.I.P., M.A. menilai bahwa adanya pertemuan antara presiden dan mantan presiden umum terjadi, terlebih keduanya pernah bersama pada pemilu 2009 dan merupakah tokoh sentral dari dua partai nasionalis besar, yang mana pertemuannya telah lama digadang-gadang akan terjadi. Meskipun bukan hal baru dalam praktik politik nasional, format tertutupnya tetap memancing perhatian publik karena menyiratkan adanya pembahasan strategis yang tidak dikomunikasikan secara terbuka. “Keduanya memperlihatkan bahwa komunikasi informal elit politik seringkali terjadi dalam ruang-ruang yang sulit diakses oleh publik,” kata Alfath menanggapi pertemuan tersebut, Kamis (10/4).
Alfath menuturkan sulit menilai pertemuan antara kedua elit pantai ini lebih bernuansa politik kekuasaan atau benar-benar dilandasi kepentingan bangsa. Mengingat keduanya adalah figur utama, pertemuan ini sangat mungkin menjadi sarana melakukan konsolidasi atau negosiasi kepentingan pasca pemilu. Selain itu, adanya potensi positif yang bisa muncul dari pertemuan dua tokoh besar ini dalam konteks stabilitas politik nasional yang tentu saja memunculkan harapan untuk memperlancar transisi pemerintahan. “Harapan kita justru memperlancar transisi kekuasaan yang dirasa tak cukup mulus sekaligus mengupayakan terwujudnya kohesi nasional,” tuturnya.
Meski demikian, Alfath menyebutkan terdapat tantangan atau kekhawatiran tertentu dari publik terkait pertemuan ini yang dilakukan secara tertutup tanpa melibatkan elite partai lainnya. Sebab pertemuan elit secara tertutup seringkali memunculkan pertanyaan dan spekulasi publik. “Ini hal yang saya kira wajar dimana publik berharap agar pemerintah hari ini harus tetap ada yang mengontrol. Bukan masuk seluruhnya ke dalam koalisi besar. Tantangan yang harus diantisipasi oleh masyarakat dan pengamat politik dari pertemuan tertutup seperti ini, jelas memunculkan berbagai spekulasi. Sebab, dalam pertemuan 1,5 jam tersebut ada sesi empat mata antara Prabowo dan Megawati, yang disinyalir membahas negosiasi kepentingan pasca pemilu,”imbuhnya.
Ia menyampaikan sulit membayangkan para elit politik membahas hal substantif kepada publik secara gamblang, terlebih karena ini pertemuan informal. Adapun yang disampaikan hanya sebagian kecil saja. Padahal penting rakyat k untuk terus memonitor dinamika kekuasaan dan tak terpaku pada hanya satu peristiwa ini saja. Alfath berharap agar pertemuan yang terjadi antar elit lebih berfokus pada upaya mensejahterakan rakyat, terlebih di tengah situasi ekonomi yang rumit. “Saya kira ini bukan semata ajang rekonsiliasi politik, tetapi juga harus bisa menjadi sarana mengontrol jalannya kekuasaan,” pungkasnya.
Penulis : Kezia Dwina Nathania
Editor : Gusti Grehenson
Foto : IG Sufmi Dasco Ahmad