
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengancam stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta untuk mengikuti aturan atau keluar dari Indonesia. Ancaman tersebut ia sampaikan setelah kesepakatan pembelian bahan bakar minyak (BBM) antara Pertamina dan SPBU swasta tidak kunjung disepakati.
Saat terjadi kelangkaan BBM di SPBU swasta, iapun memberikan opsi bagi SPBU swasta untuk membeli BBM dari Pertamina berdasarkan kebijakan impor satu pintu. Hanya saja, seluruh SPBU swasta nampaknya enggan membeli BBM dari Pertamina dengan alasan base fuel mengandung campuran 3,5 persen etanol.
Mengingat Sheel dan BP menjual BBM campuran 10 persen etanol di USA dan Eropa, maka campuran 3,5 persen etanol semestinya bukan merupakan alasan bagi SPBU swasta menolak pembelian BBM dari Pertamina. Berlarut-larutnya permasalahan ini diduga sebagai alasan untuk menolak pembelian BBM dari Pertamina.
Pengamat ekonomi energi Universitas Gajah Mada, Dr. Fahmy Radhi, MBA berpendapat sebagai business entity, Pertamina tentu ingin mengambil margin dalam penjualan BBM ke SPBU swasta, dan menjadikan harga pokok penjualan (HPP) BBM swasta menjadi semakin mahal. “Dengan makin tinggi HPP tentu akan semakin sulit bagi SPBU swasta untuk mendapatkan margin yang layak dan untuk bisa bersaing dengan SPBU Pertamina,” ujarnya di Kampus UGM, Kamis (23/10).
Dalam kondisi tersebut, menurut Fahmy, sangat tidak tepat jika SPBU swasta harus diancam untuk keluar dari Indonesia jika tidak bersedia membeli BBM dari Pertamina. Tanpa diancam pun, beberapa SPBU swasta seperti Total dan Petronas sudah hengkang dari Indonesia. Mereka cukup beralasan, margin penjualan BBM amat kecil dan tidak mampu bersaing dengan SPBU Pertamina yang mengepung SPBU swasta.
Jika ancaman Bahlil tersebut lantas menyebabkan seluruh SPBU swasta keluar dari Indonesia, dalam pandangan Fahmy, dampaknya akan semakin memperburuk iklim investasi Indonesia. Bahkan, menurutnya, tidak hanya di sektor Migas saja tetapi juga di sektor usaha lainnya. Sebagai solusi bisa dilakukan dengan mencegah kelanggkaan BBM di SPBU swasta dengan mengembalikan kebijakan dari periode impor 6 bulan menjadi satu tahun kembali, sehingga cukup waktu bagi SPBU swasta untuk impor BBM tanpa terjadi kelangkaan. “Selain itu perlu membatalkan kebijakan impor BBM satu pintu, yang sesungguhnya ditolak oleh SPBU swasta karena mengarah pada monopoli Pertamina dalam pengadaan BBM untuk SPBU,” terangnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : CNBC Indonesia