Presiden Joko Widodo menunda berkantor di Ibu Kota Nusantara (IKN) pada Juli 2024 lalu, salah satu yang dipertimbangkan adalah terkait soal kesiapan instalasi listrik. Meski instalasi listrik tenaga surya sudah terpasang, namun masih membutuhkan waktu untuk dapat menerangi seluruh wilayah IKN. Supaya Presiden J dapat segera berkantor di IKN, Perusahaan Listrik Negara (PLN) harus melakukan percepatan menginstal instalasi listrik di kawasan Istana Negara sehingga presiden pada akhirnya dapat berkantor di IKN selama 3 hari setiap minggu.
Melihat kondisi ini, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Dr. Fahmy Radhi, MBA mengatakan pembangunan IKN sejak awal didesain untuk ramah terhadap lingkungan dengan meminimalkan produksi carbon untuk mencapai net zero emission (NZE) atau nol emisi karbon akan sulit tercapai. Menurutnya, syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai NZE adalah 100 persen pembangkit listrik menggunakan energi baru terbarukan (EBT), 0 persen karbon dari kendaraan bermotor dengan BBM fosil, dan 0 persen pencemaran lingkungan dari asap pabrik. “Untuk mencapai 100 persen pembangkit EBT, PLN harus pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang tersebar dengan kapasitas sebesar 50 Mega Watt dan tambahan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),” kata Fahmy, Kamis (15/8).
Sedangkan untuk mendukung pengembangan operasional kendaraan listrik, setidaknya PLN harus membangun ekosistem smart electric vehicle dalam rangka mewujudkan sarana transportasi ramah lingkungan, yang menjangkau seluruh wilayah IKN. “PLN juga membangun PLN Hub yang akan menjadi episentrum ekosistem transisi energi dan digitalisasi pertama sekaligus terbesar di Indonesia,” katanya.
Fahmy berpandangan selama IKN dikembangkan sesuai dengan design awal sebagai pusat pemerintahan, bukan sebagai kawasan industri, maka IKN sebagai Smart City dan Green City akan dapat diwujudkan. Tetapi jika design kemudian bergeser selain pusat pemerintahan, juga sebagai kawasan industri dengan mengundang sebanyak-banyaknya investor asing, maka konsep Smart City dan Green City mustahil diwujudkan.
Alasan Fahmy cukup sederhana, untuk meminimalkan biaya produksi, pabrik akan tetap menghasilkan asap yang mencemari lingkungan, membangun pembangkit listrik sendiri yang menggunakan energi batubara, dan menggunakan kendaran BBM fosil. “Pada saat itulah, IKN sebagai Smart City dan Green City hanya tinggal impian belaka dan nol emisi karbon tidak akan pernah tercapai di IKN”, pungkasnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Bisnis.Com