
Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gadjah Mada telah berhasil menyelesaikan studi kelayakan pembukaan jalur Roro Batam -Johor bekerjasama dengan Badan Pengusahaan Batam (BP Batam). Terkait keberhasilan tersebut, telah dilaksanakan pula Managament Expose studi kelayakan pembukaan jalur RORO Batam – Johor di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa (22/7) yang dihadiri Fary Djemy Francis selaku Deputi Bidang Investasi dan Pengusahaan BP Batam. Dalam acara tersebut, ia berkesempatan memberikan sambutan sekaligus membuka acara, serta menyerahkan hasil kajian dari BP Batam kepada Bobby Chriss Siagian selaku Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Regional, Kemenko Perekonomian.
Bagi Fary Francis pembukaan jalur Roro ini menjadi salah satu agenda strategis nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan. Kawasan Batam, katanya, menjadi target sekaligus role model pertumbuhan ekonomi nasional, dan salah satunya dengan menangkap peluang dari pembukaan jalur Roro ke Johor.
Ia menuturkan hasil studi menunjukkan proyek ini layak dari aspek teknis, finansial, lingkungan, hingga sosial. Expose ini menjadi ruang untuk menyampaikan hasil kajian secara menyeluruh. “Tujuannya tentu agar seluruh pihak memahami bahwa proyek ini memang layak dikembangkan,” ungkapnya.
Secara keseluruhan hasil kajian disampaikan oleh perwakilan tim studi, diantaranya oleh Prof. Ir. Nur Yuwono, Dip.HE, Ph.D., selaku Ketua Tim tinjauan Aspek Teknis dan Operasional, Dr. Harry Purwanto, SH, M.Hum dari Aspek Hukum), dan Ir. Dwi Ardianta Kurniawan, S,T., M.Sc dari Aspek Pasar, Finansial, Dampak Sosial Ekonomi dan Risiko, serta menghadirkan Ir. Juhri Iwan Agriawan, S.T, M.Sc selaku project leader sebagai moderator.
Nur Yuwono yang melihat dari sisi operasional mengatakan layanan ini layak diselenggarakan karena ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai. Menurutnya, aspek operasional saat ini ditentukan oleh kapasitas sandar kapal Roro di Pelabuhan Bintang 99 Persada yang terbatas hanya dengan 1 kapal. Sementara secara kesiapan prasarana, ia menilai layanan ini siap diselenggarakan terutama dari sisi ketersediaan area pengembangan. “Meski begitu dibutuhkan renovasi di kedua lokasi pelabuhan. Pada Pelabuhan Bintang 99 Persada diperlukan penataan atau renovasi untuk melayani fungsi PLBN tipe A dan kualitas fasilitas agar sesuai untuk layanan penumpang wisata internasional. Sementara di Pelabuhan Tanjung Belungkor, Johor dibutuhkan pemasangan linkspan untuk ferry roro yang saat ini kondisinya rusak. Selain itu diperlukan perbaikan atau penyempurnaan untuk melayani kendaraan yang berukuran agak besar”, ucap Nur Yuwono.
Harry Purwanto yang menyoroti dari aspek hukum mengungkapkan pelaksanaan angkutan Ferry Roro Batam – Johor layak dan dapat dijalankan karena pengaturan umum sudah tersedia. Mesk begitu, perlu memperhatikan prinsip-prinsip kerjasama bilateral. Beberapa hal perlu diperhatikan adalah dipersiapkannya MoU untuk menampung hak dan kewajiban yang seimbang diantara para pihak baik dalam tataran MoU maupun dalam implementasinya. “Perlu mempertimbangkan kembali sarana dan prasarana yang dibutuhkan sebagaimana aturan-aturan yang ditetapkan oleh IMO, seperti Solas, Marpol, dan lainnya, Tokyo MoU, serta peraturan perundangan nasional”, jelasnya.
Terkait dalam melakukan pemeriksaan atas dokumen-dokumen maka diperlukan sarana dan prasarana pendukung, seperti paspor/dan atau pas lintas batas, SIM Domestik, SIM Internasional, ATA Carnet dan CPD Carnet yang masih berlaku. Perlu juga mempertimbangan terkait status Batam sebagai Kawasan perdagangan bebas yang tentunya berbeda deangan yang di Johor.
Harry menyampaikan pula terkait Permendag 8/2024 soal barang-barang konsumsi dimana Batam tidak ditunjuk sebagai pelabuhan tujuan untuk produk makanan dan minuman, kosmetik, suplemen kesehatan, alas kaki, telpon genggam dan lain-lain. Sehingga perlu disiapkan jika pihak Johor meminta bisa masuk. Menurutnya, diperlukan regulasi yang mengatur prinsip mutual benefit dan resiprositas, seperti perlunya regulasi soal pengecualian terhadap barang-barang tertentu sebagaimana jika pihak Johor meminta.
Dwi Ardianta Kurniawan berpendapat perlu diperhatikan risiko-risiko yang mencakup risiko teknis dan operasional, risiko regulasi dan kepatuhan hukum, risiko hubungan bilateral dan politik, risiko finansial, risiko lingkungan, risiko sosial dan keamanan, serta risiko pemasaran (marketing & branding). Terlepas dari risiko-risiko yang perlu dimitigasi maka hasil kajian menunjukkan layanan Roro Batam – Johor layak secara finansial dengan periode pengembalian sekitar tujuh tahun.
Pengoperasian Roro Batam – Johor, disebutnya memberikan manfaat ekonomi baik keterkaitan ke belakang seperti sektor-sektor lain sebagai faktor produksi jasa angkutan laut), misalnya penggunaan BBM, jasa perbaikan kapal, perbankan, dan lain-lain. Serta keterkaitan ke depan seperti jasa angkutan laut sebagai faktor produksi/fasilitasi sektor lain, misalnya untuk angkutan barang, perdagangan, dan lain-lain. “Secara kuantitatif, pengoperasian Roro akan memberikan multiplier effect sektor transportasi laut terhadap perekonomian wilayah baik di Batam maupun Johor”, terangnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : ulasan.co