Memeriahkan peringatan Dies Natalis ke-69, Fakultas Ekonomika dan Bisnis menggelar pertunjukan seni ketoprak dengan judul Labuhan Katresnan, Sabtu (14/9) di FEB UGM. Pementasan ketoprak ini terasa sangat berbeda dari pertunjukkan ketoprak pada umumnya. Beberapa pemain yang terlibat dalam pentas itu bukanlah seniman ketoprak profesional. Mereka adalah dekan beserta jajaran wakil dekan, dosen, dan karyawan yang tergabung dalam grup ketoprak Dokar FEB UGM.
Pementasan ketoprak Labuhan Katresnan ini menceritakan tentang kisah asmara Galuh Candra Kirana dari kerajaan Kediri dan Panji Asmoro Bangun dari kerajaan Jenggala. Ketoprak ini melibatkan 24 pemain pendukung yang disutradarai oleh Martono dan Dandun H.W dengan iringan musik ketoprak oleh pengrawit dari kelompok Sekar Laras FEB UGM.
Dalam pementasan ini, kisah Galuh Candra Kirana yang diusir dari Kediri dan harus menjalani perjalanan agar bisa bertemu dengan Panji Asmara Bangun dikemas dalam dialog yang ringan. Meski pesan yang disampaikan sangat serius, namun pementasan ketoprak ini disajikan dalam suasana santai dan diselingi humor yang menghibur penonton.
Prof. Dr. Basu Swastha Dharmmesta, M.B.A., dosen purna tugas yang turut terlibat dalam pementasan ketoprak ini menyampaikan isi cerita ketoprak ini tentang cinta sejati yang tak terpisahkan meskipun menghadapi berbagai tantangan. “Melalui pertunjukkan ketoprak ini ada pesan yang ingin kami sampaikan pada penonton tentang loyalitas atau kesetiaan,” tuturnya.
Pesan yang terselip dalam ketoprak, lanjut Basu, ditujukan bagi seluruh civitas akademika dan staf profesional FEB UGM. Basu menjelaskan loyalitas dibangun melalui pengalaman, kepercayaan, dan persepsi positif. Harapannya melalui pertunjukkan tersebut seluruh warga FEB UGM dapat loyal dalam mendukung pengembangan fakultas.
Basu menyampaikan pementasan ketoprak menjadi salah upaya FEB UGM dalam melestarikan seni dan budaya tradisional. Pertunjukkan ketoprak ini juga menjadi langkah untuk membangkitkan ketertarikan generasi muda terhadap kesenian tradisional.
Reportase : Kurnia Ekaptiningrum/Humas FEB
Editor : Gusti Grehenson