Memasuki usia ke-56, Fakultas Filsafat UGM menyelenggarakan serangkaian acara Dies Natalis ke-56. Sebagai salah satu fakultas dengan fokus studi kajian moralitas, pemaknaan ilmu pengetahuan, dan nilai-nilai, maka perayaan dies natalis juga bertema pemaknaan mendalam berdirinya Fakultas Filsafat UGM. Wayang kulit pun dipilih sebagai salah satu rangkaian acara yang bisa menyampaikan berbagai makna melalui cerita pewayangan.
“Harapan kami dies natalis ini bukan hanya perayaan seremonial belaka, namun juga menjadi momentum bagi kita, Fakultas Filsafat untuk bersatu dan berbagi gagasan. Ini adalah wadah di mana pikiran-pikiran dapat dipertemukan dan diwujudkan dalam tindakan nyata yang bermanfaat bagi banyak orang,” ucap Koordinator Dies Natalis Fakultas Filsafat, M. Rodinal Khair Khasri, S.Fil., M.Phil. dalam sambutannya. Konsep perayaan kali ini dirancang untuk mempertegas komitmen dalam menjalankan peran sebagai lembaga pendidikan yang mendorong demokratisasi pengetahuan dan menjadi pelopor dalam meningkatkan inklusivitas pendidikan.
Pagelaran Wayang Kulit “Semar Boyong” pada Jumat (18/8) menghadirkan langsung Dalang Marsekal Madya TNI (Purn) Ki Bambang Soelistyo, S.Sos. dari Sekretariat Nasional Wayang Indonesia (SENAWANGI). Senawangi sendiri merupakan organisasi pelestarian dan pengembangan wayang yang sudah berdiri sejak tahun 1975. “Saya sampaikan bahwa Senawangi ini memiliki hubungan yang erat dengan Fakultas Filsafat UGM. Mungkin dari tahun 2000 kita memiliki sejarah panjang saat mulai menyusun buku filsafat wayang. Jadi kami melakukan satu penelitian bersama,” tutur Sri Teddy Rusdy, SH., M.Hum selaku Ketua Dewan Pakar Senawangi.
Kisah “Semar Boyong” menceritakan tentang perjuangan tiga kerajaan yang sedang dilanda wabah penyakit. Ketiganya dikatakan akan selamat jika dapat membawa Semar ke kerajaannya. Selain mengisahkan tentang perjuangan dan usaha demi mencapai keselamatan, kisah ini juga mengisyaratkan mengenai kerja sama dan persatuan kerajaan. Selaras dengan perjalanan panjang Fakultas Filsafat UGM, perlu adanya integrasi dan harmonisasi dengan berbagai pihak untuk mewujudkan cita-cita pendidikan Indonesia.
“Mudah-mudahan dengan sering kita mendengar dan melihat wayang, kita bisa mendapatkan nilai-nilai yang terkandung dalam seni wayang. Saya yakin, kita semua yakin bahwa nilai-nilai wayang ini merupakan refleksi dari nilai kehidupan kita sesungguhnya. Malam ini kita akan sama-sama mendengar dari lakon yang akan digelar oleh Ki Bambang Soelistyo, sekaligus menjadi pembelajaran bagi mahasiswa,” ujar Dr. Rr. Siti Murtiningsih, S.S., M.Hum, Dekan Fakultas Filsafat UGM.
Perayaan Dies Natalis ke-56 UGM diharapkan dapat mencerminkan serangkaian perjuangan dan kebaruan yang dikembangkan untuk menjadi institusi pendidikan yang lebih baik. Pengembangan ini pun tidak pernah lepas dari nilai luhur bangsa dan pelestarian budaya nusantara.
Penulis: Tasya