Sebanyak 20 Dekan Fakultas dan Sekolah di lingkungan Universitas Gadjah Mada ikut menyemarakkan pembacaan puisi, renungan dan doa di Malam Tirakatan Peringatan HUT Ke-79 Republik Indonesia dalam Rangka Dies Natalis Ke-75 UGM yang berlangsung di Balairung, Sabtu (17/8) malam.
Suasana refleksi dan renungan ini tampak jelas dengan kondisi panggung yang tenang dan khidmat dengan pencahayaan sorot lampu kuning yang menghias sudut Balairung yang temaram.
Rektor UGM Prof. Ova Emilia berkesempatan didaulat membacakan puisi “Lagu Serdadu” karya W. S. Rendra secara haru dan menggelegar. Puisi satu ini mengangkat kisah seorang serdadu dalam menghadapi medan pertempuran.
Selanjutnya Prof. Setiadi, Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM bersama sejumlah dekan dari fakultas lain secara bergiliran membacakan setiap bait puisi yang dibuat sendiri oleh Prof. Setiadi dan diberi judul “Rumah Cinta”. Puisi pembuka ini disambut riuh oleh para hadirin dengan tema puisi yang romantis dibandingkan puisi-puisi lain pada malam itu. “Apa yang membuat kita bertahan di rumah ini ketika lelah, kegalauan, keputusasaan mengguncang datang silih berganti,” bunyi salah satu bait dalam puisi tersebut.
Penampilan kedua diusung oleh trio Dekan Fakultas Pertanian, Ir. Jaka Widada, M.P., Ph.D, Dekan Fakultas Filsafat, Dr. Rr. Siti Murtiningsih, S.S., M.Hum, dan Dekan Fakultas Hukum, Dahliana Hasan, S.H., M.Tax., Ph.D. yang membacakan puisi berjudul “Kembalikan Indonesia Padaku” karya Taufiq Ismail.
Puisi yang ditulis pada tahun 1971 ini dibacakan secara bergantian oleh ketiganya secara sendu dengan baitnya yang berbunyi, “Hari depan Indonesia adalah satu juta orang main pingpong siang malam dengan bola telur angsa di bawah sinar lampu 15 watt.”
Puisi ini hadir di pembacaan tersebut sebagai bentuk refleksi bahwa kondisi yang disebut pada puisi tersebut lebih dari 40 tahun yang lalu tersebut masih relevan dengan kondisi Indonesia hari ini.
Dekan Fakultas Biologi UGM, Prof. Dr. Budi Setiadi Daryono, Ph.D. menjadi pembaca puisi selanjutnya membacakan puisi yang disusunnya sendiri saat berada di Sumatera Barat untuk mengikuti sebuah kegiatan. Puisi yang diberi judul “Minang dan Bumi Tercinta” juga mendapat sambutan hangat dari para hadirin.
Penampilan berikutnya juga mengusung tema-tema dekat dan reflektif dengan kondisi Indonesia hari ini. Dekan Fakultas Teknologi Pertanian, Prof. Dr. Ir. Eni Harmayani, M.Sc. menampilkan puisi Taufiq Ismail yang berjudul “Kita Adalah Pemilik Sah Republik Ini”, sedangkan Dekan Fisipol Dr. Wawan Mas’udi, S.IP., M.P.A., Ph.D. unjuk gigi dengan puisi yang berjudul “Merdeka itu Milik Mereka”.
Sedikit berbeda dengan kolega dan rekan-rekannya, Dekan Sekolah Vokasi UGM, Prof. Dr.-Ing. Ir. Agus Maryono, IPM., ASEAN Eng. memilih untuk menuturkan sebuah cerita lisan dalam bahasa Jawa mengenai tantangan dan rintangan menjadi dosen hari ini. Kesulitan-kesulitan menjadi dosen ini dikemas oleh beliau dalam guyonan ringan nan santai yang memancing gelak tawa.
Tawa hadirin kemudian semakin riuh dengan pertunjukan sulap yang dibawakan oleh Prof. drg. Suryono, SH., MM., Ph.D. Sulap yang ditampilkan melibatkan sejumlah properti seperti dompet yang mengeluarkan api dan sulap kartu yang melibatkan Prof. Ova sebagai relawan sulap.
Sejumlah puisi kemudian turut menggema di Balairung UGM malam itu seperti puisi milik Muklis Puna dan puisi K. H. Mustofa Bisri yang berjudul “Bagaimana”. Acara syahdu malam itu ditutup dengan foto bersama rektor dan para dekan di panggung sambil menyanyikan lagu “Berkibarlah Bendera Negeriku” untuk menegaskan komitmen UGM untuk membersamai pembangunan dan kemajuan Indonesia.
Drs. Heru Marwata, M. Hum selaku panitia Pelaksana mengatakan penyelenggaraannya pembacaan puisi memperingati hari kemerdekaan tahun ini sudah memasuki tahun ke delapan. Umumnya, ucap Heru, kegiatan ini mengajak sastrawan dan penikmat sastra untuk membaca puisi di panggung, tetapi pelaksanaannya tahun ini dibuat sedikit berbeda. “Tahun ini kami mengundang 20 dekan fakultas dan sekolah di UGM untuk membacakan dan menampilkan puisi di atas panggung,” ujar Heru.
Puisi sebagai salah satu bentuk karya sastra menjadi sebuah media yang kaya ekspresi. Membaca puisi tidak hanya sebagai bentuk apresiasi terhadap sastra, tetapi juga saling bertukar pemahaman dan memperdalam pengetahuan. Hal inilah yang dikehendaki dalam perhelatan Malam Refleksi Kemerdekaan, di balairung malam itu.
Penulis : Lazuardi
Editor : Gusti Grehenson