
Kebutuhan akan tenaga profesional di bidang gizi kian mendesak seiring meningkatnya tantangan kesehatan masyarakat. Menjawab hal tersebut, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM melalui Program Studi Pendidikan Profesi Dietisien kembali meluluskan 33 dietisien baru. Prosesi pelantikan berlangsung pada Selasa (22/7) di Auditorium FK-KMK UGM. Para lulusan ini diharapkan dapat memperkuat pelayanan gizi klinik dan komunitas di berbagai lini sistem kesehatan nasional.
Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan FKKMK UGM, dr. Ahmad Hamim Sadewa, Ph.D., menekankan bahwa para dietisien lulusan UGM harus mampu memberi kontribusi nyata bagi masyarakat, sesuai dengan semangat universitas kerakyatan. Ia mengajak lulusan untuk lebih peka terhadap persoalan-persoalan gizi yang dihadapi masyarakat, termasuk masalah stunting yang hingga kini masih tinggi prevalensinya. Menurutnya, dietisien memiliki peran penting dalam edukasi gizi dan pemberdayaan masyarakat. “Khususnya masalah gizi masih banyak konten yang tidak sesuai dengan kaidah ilmiah sehingga literasi ini perlu selalu diperkuat dan diperbaiki,” tegasnya.
Kepala Program Studi Pendidikan Profesi Dietisien, Tony Arjuna, Ph.D., menyampaikan bahwa 33 lulusan kali ini menunjukkan performa akademik yang membanggakan dengan rata-rata indeks prestasi kumulatif (IPK) mencapai 3,7. Tidak hanya itu, para lulusan juga tergolong muda dengan usia rata-rata 25 tahun dan yang termuda berusia 23 tahun. Rata-rata masa studi yang ditempuh adalah 1 tahun 4 bulan, menandakan proses pendidikan yang efisien dan terarah. Ia berharap lulusan kali ini dapat menjadi pionir dalam memperkuat kualitas layanan gizi berbasis bukti ilmiah. “Dengan hari ini bertambah 33 dietisien, prodi ini telah meluluskan 345 dietisien,” ujarnya.
Sebagai alumni yang kini berkiprah di Rumah Sakit Akademik (RSA) UGM, Pratiwi Dinia Sari, S.Gz., RD., turut memberikan pesan inspiratif kepada para dietisien baru. Ia menekankan pentingnya semangat belajar sepanjang hayat mengingat perkembangan ilmu gizi yang begitu cepat. Selain itu, Pratiwi mengingatkan bahwa etika dan empati adalah fondasi penting dalam praktik profesi. Ia juga menekankan pentingnya kemampuan komunikasi dan kolaborasi sebagai kunci keberhasilan kerja tim. “Ilmu yang tinggi tidak berguna tanpa hati yang bijak,” ujarnya.
Sifa Aulia Wicaksari, S.Gz., M.Gizi, sebagai perwakilan dietisien yang dilantik, membagikan refleksi perjalanan pendidikannya yang membentuk karakter dan nilai-nilai profesionalisme. Menurutnya, proses menjadi dietisien bukan hanya tentang penguasaan teori, tetapi juga tentang kedisiplinan, kesabaran, kejujuran, dan empati. Sifa yang juga meraih IPK tertinggi dalam pelantikan kali ini, mengajak rekan-rekannya untuk benar-benar hadir dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Ia berharap profesi dietisien dapat menjadi garda terdepan dalam mengawal kesehatan gizi berbasis pendekatan holistik dan humanis.
Sebagai institusi pendidikan yang menjunjung nilai keilmuan dan pengabdian, UGM terus berkomitmen mencetak tenaga profesional yang siap menjawab tantangan kesehatan masyarakat. Melalui pelatihan yang terintegrasi antara teori dan praktik, UGM berharap para dietisien yang dilantik dapat menjadi agen perubahan di bidang gizi dan kesehatan. Penambahan jumlah ahli gizi ini menjadi bagian dari kontribusi nyata UGM dalam memperkuat ketahanan kesehatan nasional, sekaligus memperluas akses masyarakat terhadap layanan gizi yang berkualitas dan berbasis riset.
Penulis : Lazuardi
Editor : Gusti Grehenson
Foto : FKKMK