
Universitas Gadjah Mada terus berkomitmen memperluas jejaring dengan berbagai lini, baik pemangku kepentingan maupun pelaku riset. Upaya tersebut sejalan dengan tujuan pembukaan Kantor Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) di Kampus UGM Jakarta pada Selasa (16/9).
Dekan Fisipol Universitas Gadjah, Dr. Wawan Mas’udi, memaparkan bahwa pembukaan kantor Jakarta ini adalah langkah strategis menjembatani sivitas akademika Yogyakarta dengan stakeholders di Jakarta. “Kami berharap Fisipol UGM dapat menjadi mitra strategis dalam merumuskan kebijakan publik yang berlandaskan data dan analisis mendalam,” pesannya.
Menurutnya, upaya Fisipol UGM dalam menghadapi isu-isu kontemporer belakangan ini terfokus melalui tiga flagship yang sudah digerakkan. Di antaranya ialah isu climate change dan sustainability, digital transformation, dan persoalan tentang industri sosial. Sinergi dan dukungan dari hubungan mitra diperlukan untuk memenuhi ketiga poin tersebut. “Kehadiran kantor ini menjadi langkah strategis untuk memperluas jangkauan sekaligus memperdalam kontribusi Fisipol UGM dalam menghadapi isu-isu global tersebut,” kata Wawan.
Wawan menekankan bahwa keberadaan Kantor Fisipol UGM di Jakarta diarahkan untuk mendukung pengembangan akademik, terutama dalam bidang pengajaran, riset, dan kegiatan diskusi. Sejumlah program studi tengah merancang skema kolaborasi antara kampus Yogyakarta dan Jakarta. “Pada prinsipnya program tetap terdaftar di Yogyakarta, tetapi sebagian kegiatan pembelajaran dan pengembangan memanfaatkan ruang di Jakarta,” ujarnya.
Bersamaan dengan pembukaan, Center for Digital Society (CfDS), salah satu pusat kajian di bawah Fisipol UGM, memaparkan riset yang bertajuk ‘Mendorong Tata Kelola Platform Media Sosial yang Adil dan Proporsional.’ Riset ini mendukung usaha nomor dua Fisipol yaitu menyoroti berbagai isu digital transformation, mulai dari krisis digital, tata kelola platform yang lebih transparan, serta berorientasi pada kepentingan publik.
Beberapa penjelasannya tersebut kemudian diperdalam oleh Bangkit Adhi Wiguna selaku peneliti CfDS, dalam empat isu utama tata kelola platform media sosial. Pertama, krisis kepercayaan publik terhadap regulasi digital yang berulang kali muncul akibat kurangnya transparansi. Kedua, ancaman bagi pengguna media sosial yang meliputi disinformasi, serangan siber, kriminalisasi, hingga kekerasan berbasis gender online. Ketiga, kaitan erat antara media sosial dan aktivitas e-commerce, keadaan para pelaku usaha justru lebih banyak bergantung pada media sosial dibandingkan marketplace konvensional. Terakhir, tren model tata kelola platform di berbagai negara yang dapat menjadi rujukan bagi Indonesia.
Melanjutkan hal ini, Bangkit mencontohkan seperti kasus pembungkaman fitur live streaming TikTok pada masa demonstrasi Agustus lalu yang perlu transparansi. Menurutnya, regulasi tidak boleh hanya berfokus pada pengendalian, tetapi perlu melindungi hak-hak pengguna dan pelaku ekonomi digital juga. “Kita perlu membangun fondasi kebijakan yang kuat dan kolaboratif, yang melibatkan pemerintah, platform, masyarakat sipil, dan sektor swasta, agar ekosistem digital kita dapat berkembang secara sehat dan berkelanjutan,” lanjutnya.
Menurutnya, jawaban dari salah satu keresahan tersebut adalah dengan mengadaptasi model tata kelola dari negara lain, mulai dari Digital Services Act (DSA) di Uni Eropa yang menekankan transparansi, mekanisme berlapis, dan keterlibatan multi-pihak; hingga pendekatan Singapura yang lebih moderat melalui lembaga pengawasan dengan kewajiban laporan berkala.
Bangkit menilai bahwa Indonesia masih perlu memperkuat aspek transparansi moderasi konten. Hal tersebut sejalan dengan supaya kebijakan yang dihasilkan tidak hanya state centric dari pemerintah ke platform. “Melainkan juga membuka ruang partisipasi publik untuk mengetahui jelas alasan pemerintah memberikan kebijakan, mekanismenya bagaimana, untuk menghindari ketidakpercayaan publik,” paparnya.
Di kantor yang baru, Jl. Dr. Saharjo No. 83, Manggarai, Kec. Tebet, Kota Jakarta Selatan, forum kajian Fisipol UGM ini kedepannya gencar memanfaatkan media sosial sebagai sarana riset sekaligus kanal untuk menyampaikan hasil penelitian secara tepat kepada publik. Upaya ini juga menjadi strategi narasi digital CfDS, serta membuka ruang kolaborasi yang lebih luas dengan berbagai lembaga nasional maupun global.
Penulis : Hanifah
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Dok. Fisipol