
Konsep blue economy atau ekonomi biru diposisikan sebagai masa depan model bisnis ekonomi global. Ia menawarkan pendekatan menyeluruh dalam memanfaatkan sumber daya akuatik untuk pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan pelestarian lingkungan laut. Pendekatan ekonomi biru tidak hanya tentang eksploitasi sumber daya, tetapi juga pengelolaan dan pengembangan secara berkelanjutan untuk generasi kini dan mendatang. Untuk memperkuat sektor perikanan berkelanjutan, para peneliti dan pakar UGM mendorong pemerintah dan pemimpin global menerapkan kebijakan Ekonomi Biru
Hal itu mengemuka dalam pembukaan The 6th International Symposium on Marine and Fisheries Research (ISMFR) yang diselenggarakan oleh Departemen Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Rabu (15/7) di Hotel Grand Rohan Yogyakarta.
Dekan Fakultas Pertanian UGM, Jaka Widada, Ph.D., menegaskan pentingnya integrasi antara tiga pilar utama dalam pembangunan perikanan berkelanjutan, yaitu blue economy, blue financing, dan blue justice. Ketiganya merupakan komponen fundamental yang harus dipahami dan diimplementasikan secara berimbang. Sebab, ekonomi biru, mendorong pertumbuhan ekonomi dari sektor kelautan, lalu blue finance menyediakan dukungan pembiayaan untuk inovasi dan konservasi, sementara blue justice memastikan bahwa masyarakat pesisir tidak tersisih dari proses pembangunan.
Ia menambahkan bahwa pendekatan ini juga sejalan dengan prinsip keberlanjutan dan inklusivitas. Melalui simposium ini, kata Jaka, UGM menegaskan kembali komitmen terhadap pembangunan wilayah pesisir yang berkeadilan, inovatif, dan tangguh. “Kita tidak bisa bicara keberlanjutan tanpa keadilan. Prinsip ‘no one left behind’ harus benar-benar kita pegang,” lanjutnya.
Anes Dwi Jayanti, Ph.D., Dosen Perikanan UGM sekaligus ketua panitia simposium menyoroti pentingnya bagi para peneliti, akademisi, praktisi, dan pengambil kebijakan untuk berbagi pengetahuan dan membangun kerja sama global dalam mendukung ekonomi kelautan yang berkelanjutan dan adil. “Kami ingin menciptakan ruang diskusi yang kolaboratif, memperkuat jaringan global, serta mendorong terciptanya kerja sama internasional dalam menjawab tantangan di sektor perikanan dan kelautan,” tambahnya.
Ia menerangkan simposium kali ini berhasil menghadirkan lebih dari 200 peserta dari berbagai institusi nasional dan internasional. Sebanyak 139 makalah ilmiah dipresentasikan, membahas beragam topik strategis di bidang perikanan dan ilmu kelautan. Kegiatan ini juga diisi oleh lokakarya khusus yang dibawakan oleh Dr. Sven Kreutel, CEO Particle Metrix GmbH, Jerman, yang membahas teknologi terkini dalam bidang instrumentasi laut.
Pada kegiatan the 6th ISMFR pembicara utama yang dihadirkan yaitu Dr. rer. nat. Riza Yuliratno Setiawan dari Universitas Gadjah Mada (Indonesia), Dr. Mubariq Ahmad dari IPB University (Indonesia), Dr. Tharangani Herath dari Harper Adams University (United Kingdom), Prof. Sang-gil Lee dari Pukyong National University (Korea Selatan), dan Prof. Catriona MacLeod dari University of Tasmania (Australia). Selain itu, kegiatan seminar tersebut dilengkapi workshop nanoparticle yang dibawakan oleh Dr. Sven Kreutel, CEO Particle Metrix GmbH, Jerman.
Para pembicara membahas berbagai isu strategis mulai dari keberlanjutan perikanan tangkap dan budidaya, skema pembiayaan inovatif untuk konservasi laut (blue financing), masa depan pangan laut yang berkelanjutan (blue food futures). Dengan terselenggaranya kegiatan ini, UGM melalui Departemen Perikanan berharap dapat mendorong peningkatan kapasitas riset, kolaborasi internasional, serta memperkuat komitmen terhadap pengelolaan sumber daya kelautan yang adil, inklusif, dan berkelanjutan.
Penulis : Rahma Khoirunnisa
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Firsto dan Dok. Fakultas Pertanian