
Sekretariat Universitas (SU) UGM menggelar workshop kehumasan dan keprotokolan, Senin (21/7) di ruang Multimedia, Gedung Pusat. Kegiatan yang diikuti oleh para staf humas dan protokol dari seluruh fakultas dan unit kerja di lingkungan UGM ini, bertujuan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dalam mengelola komunikasi publik dan tata acara resmi secara adaptif, strategis, dan profesional. Di tengah derasnya arus informasi dan meningkatnya tuntutan akuntabilitas publik, fungsi komunikasi institusional menjadi semakin krusial.
Workshop menghadirkan dua narasumber utama, yakni Doddy Zulkifli Indra Atmaja, S.I.Kom, M.Si., Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen Diktiristek), serta Yayat Hendayana, S.S., M.Si., Pranata Humas Ahli Madya dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Keduanya memaparkan tantangan dan strategi dalam pengelolaan komunikasi publik serta teknis keprotokolan di lingkungan pendidikan tinggi. Para peserta juga diajak untuk merefleksikan pengalaman dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas sehari-hari. Melalui forum ini, diharapkan tercipta keselarasan kerja dan pertukaran praktik baik antartim komunikasi institusi.
Dalam pemaparannya, Doddy Zulkifli menekankan pentingnya memahami dan menerapkan Formula Lasswell sebagai dasar komunikasi publik yang efektif, yaitu Who says what in which channel to whom with what effect. Formula klasik ini menurutnya masih sangat relevan di era digital saat ini, terutama dalam menghindari noise komunikasi yang dapat mengganggu penyampaian pesan. “Kalau pesan tidak disampaikan lewat saluran yang tepat kepada audiens yang sesuai, dampaknya bisa keliru atau bahkan tidak sampai sama sekali,” ujarnya.
Doddy juga menggarisbawahi bahwa lanskap komunikasi publik telah berubah drastis dari era media cetak menuju era media sosial dan post-truth. Menurutnya, saat ini publik lebih mudah mempercayai informasi yang sesuai dengan keyakinannya, terlepas dari benar atau tidaknya informasi tersebut. Oleh karena itu, ia mengajak peserta untuk menyusun pesan berbasis data dan pendekatan humanis agar tetap relevan dan dipercaya masyarakat. “Kita hidup di era di mana validasi sosial bisa lebih penting dari fakta. Maka, komunikasi publik harus berbasis sains, visual, dan disampaikan lewat berbagai kanal dengan narasi yang kuat,” imbuhnya.
Doddy juga menekankan pentingnya literasi media sosial di kalangan praktisi humas perguruan tinggi. Tidak cukup hanya tahu kanal komunikasi, namun juga perlu memahami perilaku audiens dan bagaimana membangun konten yang sesuai dengan karakteristik platform. Di sisi lain, mahasiswa juga dapat diberdayakan sebagai komunikator muda yang efektif menjangkau komunitas sebayanya secara organik dan kreatif. “Sebagai humas, kita boleh memilih mau aktif di semua kanal atau tidak, tapi jangan sampai tidak tahu pola kerja tiap-tiap platform media sosial. Itu akan menyulitkan kita dalam memahami cara audiens berinteraksi,” tuturnya.
Sementara itu, Yayat Hendayana menyoroti bahwa keprotokolan memegang peran kunci dalam menjaga wibawa dan citra institusi melalui penyelenggaraan acara yang tertib dan sesuai tata aturan. Ia menjelaskan bahwa protokol adalah garda depan yang menjamin bahwa setiap kegiatan formal berjalan dengan lancar, tepat, dan penuh penghormatan terhadap struktur kelembagaan. Kemampuan memahami konteks acara, sensitivitas sosial, dan penguasaan tata aturan menjadi keahlian wajib bagi setiap petugas protokol. “Protokol adalah wajah pertama dari institusi dalam setiap perhelatan resmi,” tegasnya.
Yayat juga mengingatkan pentingnya kolaborasi erat antara tim protokol dan tim humas dalam menyukseskan kegiatan institusional. Menurutnya, kedua fungsi ini saling melengkapi, protokol menjamin tatanan acara, sedangkan humas memastikan pesan dan citra yang ingin disampaikan dapat diterima publik dengan baik. Dalam ekosistem komunikasi perguruan tinggi yang semakin kompleks, kekompakan keduanya menjadi kunci keberhasilan. “Koordinasi yang intens dan saling menghormati peran adalah pondasi dari kerja komunikasi yang solid,” tambahnya.
Workshop ini menjadi bagian dari komitmen UGM untuk terus memperkuat profesionalisme dan kapasitas komunikasi kelembagaan. Keberhasilan strategi komunikasi dan keprotokolan dinilai penting dalam membangun kepercayaan publik dan memperkuat posisi UGM sebagai perguruan tinggi nasional yang responsif dan berdampak. Selain berbagi pengetahuan, kegiatan ini juga menjadi ruang jejaring antartim komunikasi di berbagai unit kerja. Ke depan, UGM berkomitmen untuk terus mengembangkan pelatihan serupa secara berkala sebagai bentuk investasi jangka panjang dalam tata kelola institusi.
Penulis : Triya Andriyani
Foto : Donnie