Setelah sukses kerja sama dengan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur, kini Perusahaan Listrik Negara (Pesero) menggandeng Pemerintah DKI guna bekerja sama dalam pengelolaan sampah menjadi Bahan Bakar Jumputan Padat (BBJP) untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Bahan Bakar Jumputan Padat merupakan pengolahan sampah melalui proses treatment pencacahan sehingga menjadi Refuse Derived Fuel (RDF) yang digunakan sebagai pengganti (co-firing) sebagian batu bara di PLTUsekaligus energi baru terbarukan (EBT).
Bagi Fahmy Radhi kerja sama ini sesungguhnya memberikan mutual benefit bagi keduanya baik Pemerintah DKI dan PLN. Bagi Pemerintah DKI, kerja sama ini akan mengatasi permasalahan sampah DKI yang menghasilkan sampah lebih 7.500 ton per hari, sedangkan bagi PLN kerja sama ini akan memberikan kepastian pasokan 1.000 ton BBJP dengan mengolah 3.000 ton sampah per hari menjadi biomassa untuk co-firing di PLTU.
“Hanya saja kerja sama ini tentunya tidak akan bisa direalisasikan selama masalah terkait tipping fee dan harga jual listrik belum disepakati,” ujarnya di Kampus UGM, Senin (12/6).
Sebagai pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, ia menyampaikan tipping fee adalah biaya yang dibayarkan untuk pemilahan sampah sebelum diolah menjadi BBJP berdasarkan jumlah sampah yang digunakan. Sedangkan harga jual listrik adalah harga listrik yang dijual kepada PLN Berdasarkan Perpres 35/2018.
Tipping fee ditetapkan paling tinggi sebesar Rp500.000 per ton sampah dan harga jual listrik ditetapkan sebesar US$ 13,35 cent per kWh. Dengan memasukan perhitungan tipping fee, harga jual listrik sebesar US$ 13,35 cent per kWh menurutnya sebagai sesuatu yang sebenarnya masih di bawah harga keekonomian. “Kalau PLN harus menaikkan harga listrik sesuai harga keekonomian, dampaknya akan memberatkan bagi PLLN, yang ujung-ujungnya akan dibebankan pada konsumen listrik,” terangnya.
Untuk itu sebagai solusi, sebutnya, Pemerintah DKI harus bersedia membayar tipping fee yang dianggarkan dari APBD tahun berjalan. Menurutnya sudah seharusnya tipping fee memang dibayar oleh Pemda DKI lantaran pengelolaan sampah sesungguhnya merupakan tanggung jawab pemerintah daerah, bukan kewajiban PLN untuk menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat di DKI.
PLN juga berkewajiban membeli listrik yang dihasilkan dengan harga ditetapkan dalam Perpres 35/2018. Keberhasilan kerja sama antara Pemerintah DKI dan PLN ini tentunya akan dapat diterapkan di berbagai daerah di Indonesia.
“Tentu saja tidak hanya untuk soal mengolah sampah, tetapi juga untuk menghasilkan listrik EBT yang ramah lingkungan,” imbuhnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Freepik.com