
Indonesia pernah berhasil menanggulangi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak. Keberhasilan yang telah dirasakan 32 tahun tersebut ingin diulang kembali setelah di tahun 2022 tiba-tiba menjadi wabah yang hampir menjangkiti ternak di seluruh wilayah.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Agung Suganda, menyatakan Indonesia pernah berhasil melakukan program vaksinasi massal PMK dengan menggunakan vaksin yang diproduksi oleh Pusvetma, Surabaya, dan selama 31 tahun (1952-1986) di lakukan vaksin masal. “Tahun 1983 wabah PMK terakhir di Jawa, dan di tahun 1986, muncul deklarasi secara nasional terhadap status Indonesia bebas PMK,” kata Dirjen saat menjadi pembicara Seminar Nasional Pemikiran Bulaksumur #41bertema Strategi Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku Hewan Ternak yang diselenggarakan Dewan Guru Besar UGM, Senin (30/6).
Keberhasilan dalam penanggulangan PMK ini menurutnya tidak lepas dari program vaksinasi massal PMK dengan menggunakan vaksin yang diproduksi oleh Pusvetma, Surabaya. Agung menyayangkan setelah 32 tahun Indonesia bebas PMK, pada April 2022, Indonesia kembali dikejutkan dengan kemunculan penyakit ini. Bahkan banyak pihak terkait kaget dan menyatakan ketidak siapannya menghadapi kembalinya penyakit PMK menyerang ternak di Indonesia. Di tanggal 9 Mei 2022, Menteri Pertanian menetapkan Indonesia kembali terkena wabah PMK dan dengan adanya kasus PMK ini, status Indonesia sebagai negara bebas PMK dicabut oleh OIE. Akibat pencabutan tersebut tentu mempengaruhi perdagangan hewan dan produk hewan Indonesia ke luar negeri. “Salah satu contoh, ekspor kambing, domba hidup ke Malaysia yang sempat tertunda dan sampai saat ini masih dalam proses negosiasi untuk bisa dibuka kembali. Ini sangat merugikan kita semua, tentu kerugian ekonomi yang luar biasa besar akibat wabah PMK yang kembali terjadi sejak tahun 2022”, ucapnya.
Mengulang sukses yang pernah dialami, kata Dirjen, Kementerian Pertanian membuat Kebijakan Pengendalian PMK dengan visi memberantas PMK dan menjadikan Indonesia bebas PMK di tahun 2035. Berbagai tujuan strategis yang kemudian ditetapkan diantaranya tidak ada sirkulasi virus dan serangan virus PMK di wilayah NKRI, mengendalikan penyebaran PMK berbasis resiko secara bertahap pada seluruh wilayah NKRI, mewujudkan kesehatan hewan nasional berstandar internasional serta memperkuat sistim kesehatan hewan nasional dalam mendukung pengendalian PMK di Indonesia. Dalam rangka mengendalikan penyebaran PMK berbasis risiko, inipun pemerintah telah menyusun peta jalan pembebasan PMK yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Pertanian No 285 tahun 2023.
Guru Besar FKH UGM Prof. Agung Budiyanto, mengatakan Fakultas Kedokteran Hewan UGM menyatakan kesiapannya membentuk Tim Satgas PMK yang terdiri dari dosen dan mahasiswa. Tim yang melibatkan pakar klinisi dan laboratoran untuk diagnosa virus PMK. “Dalam penanggulangan PMK ini, kita memberikan edukasi kepada masyrakat. Tim satgas ini akan kita terjunkan melalui program regular pengabdian pada masyarakat dan KKN”, ungkapnya.
Menurutnya penanganan PMK ini sebaiknya dilakukan secara komprehensif. Jika ditanggung sendiri dinilai akan terasa berat dan tidak mungkin. Untuk penangan jangka pendek adalah mengurangi kerugian akibat langsung tidak langsung dengan penanganan yang efektif dan diagnose yang akurat. Sementara untuk jangka menengah bisa dilakukan dengan pengobatan, vaksinasi dan penyuluhan ke masyarakat secara massif regular dan terstruktur.
Drh. Hendra Wibawa., M.Si., Ph.D, selaku Kepala Balai Besar Veteriner Wates menyatakan vaksinasi menggunakan vaksin PMK Pusvetma dapat menimbulkan respon antibodi pasca vaksinasi atau structural Protein (SP) secara individual pada semua ternak. Sedangkan Herd immunity mulai tercapai pada usia sekitar 12-60 bulan dimana positive rate mendekati 80-100 persen. “Vaksinasi dapat menimbulkan antibodi yang baik pada semua kategori umur ternak, yang ditunjukkan peningkatan antibody SP yang lebih tinggi di masing-masing periode pengambilan sampel”, katanya.
Untuk itu, ia menyarankan untuk keberhasilan program vaksinasi berikutnya adalah melakukan Kegiatan Komunikasi, Informasi dan Edfukasi (KIE) secara intensif kepada masyarakat. Melakukan pelatihan untuk tenaga vaksinator lapangan serta personil laboratorium terkait penyimpanan dan transortasi vaksin yang baik serta koleksi sampel post vaksinasi yang tepat.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : ANTARA News