
Sekolah Pascasarjana (SPs) Universitas Gadjah Mada kembali meraih peringkat dalam rentang 51–100 dunia pada klaster ilmu Theology, Divinity, dan Religious Studies dalam QS World University Rankings by Subject 2025. Perolehan ini menjadi kali ketiga universitas ini mendapat pengakuan internasional tersebut. Selain UGM, perguruan tinggi lain di Indonesia yang berhasil masuk dalam daftar peringkat dunia tersebut adalah UIN Syarif Hidayatullah dan Universitas Indonesia pada rentang peringkat 101–150 dunia.
Dekan Sekolah Pascasarjana (SPs) UGM, Prof. Ir. Siti Malkhamah, M.Sc., Ph.D., IPU., ASEAN.Eng., menyampaikan rasa syukurnya atas capaian ini. “Kami sangat bersyukur dan bangga. Prestasi ini bukan hanya hasil kerja dari satu prodi saja, tetapi kontribusi kolektif dari berbagai program studi di SPs dan fakultas lain di UGM yang bergerak di bidang studi keagamaan,” jelasnya, Kamis (17/4).
Siti menerangkan beberapa program studi unggulan SPs yang berkaitan dengan klaster ilmu Theology, Divinity, dan Religious Studies adalah Program Studi S3 Inter Religious Studies (IRS) dan S2 Agama dan Lintas Budaya (ALB), yang keduanya diselenggarakan dalam bahasa Inggris dan telah memiliki orientasi internasional yang kuat. Selain itu, ada juga Program Studi S3 Perekonomian Islam dan Industri Halal juga menjadi penyumbang signifikan karena relevansinya dengan isu-isu global terkait ekonomi syariah dan industri halal yang terus berkembang. “Keunggulan utama program-program ini terletak pada pendekatan lintas disiplin, penggunaan bahasa pengantar internasional, serta topik-topik riset yang sesuai dengan kebutuhan zaman dan berdampak luas secara global,” tambahnya.
Dalam penilaian QS WUR by Subject, ada empat indikator utama yang digunakan: H-Index, sitasi per makalah, reputasi akademik, dan reputasi lulusan. Sitasi H-Indeks dan sitasi per makalah diukur berdasarkan produktivitas dosen di jurnal terindeks dan kolaborasi dengan peneliti dari berbagai lembaga. Kedua indikator tersebut mengalami peningkatan, yakni poin H-Index dari 48,8 menjadi 51 dan sitasi per makalah melonjak dari 64,3 menjadi 82. “Reputasi lulusan kami juga kuat dengan tingkat penerimaan di dunia kerja yang sangat baik dan kompetitif dengan menduduki jabatan struktural dan strategis di berbagai lembaga,” tambahnya.
UGM sebagai pelopor dalam membuka program studi kajian agama di lingkungan universitas umum di Indonesia. Sejak awal berdiri pada tahun 2000, pendidikan yang diberikan tidak sekadar mengkaji agama secara teologis, tetapi juga memadukannya dengan pendekatan ilmu sosial dan humaniora yang menjadikannya unggul.
Ketua prodi IRS, Dr. Zainal Abidin Bagir, mengatakan bahwa kekuatan prodi ini terletak pada keseriusan dalam menghubungkan Tridarma Perguruan Tinggi. Penelitian-penelitian dosen dan mahasiswa kerap menyasar isu sosial keagamaan yang aktual seperti polarisasi masyarakat, penguatan kapasitas penyuluh agama, hingga isu ekologi dan agama leluhur. “Kami banyak berkolaborasi dengan koalisi organisasi masyarakat sipil, kerap memberikan rekomendasi kebijakan, dan pendampingan serta pengembangan masyarakat agar ilmu yang dikembangkan tidak hanya berkontribusi dalam jurnal internasional, tapi juga dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas,” tegasnya.
Salah satu kekuatan lain untuk berkontribusi pada capaian pemeringkatan ini adalah jejaring internasional yang terus diperluas. Dalam dua dekade terakhir, prodi ALB dan ICRS menjalin kemitraan dengan universitas ternama dunia seperti Boston University, University of Leeds, Radboud University, hingga Florida International University. Tidak hanya dalam bentuk riset kolaboratif, tetapi juga pengajaran lintas kampus, pertukaran mahasiswa, hingga penerbitan jurnal akademik internasional seperti Studies in Interreligious Dialogue yang kini bermarkas di UGM.
Ke depan, penguatan kualitas lulusan dan integrasi Tridharma Perguruan Tinggi akan menjadi prioritas utama dengan terus dikembangkannya program fast-track S2–S3 serta menjajaki double degree dengan universitas di Eropa. Saat ini, pihaknya tengah dalam proses penyempurnaan perjanjian dengan Belanda, Jerman, dan Austria untuk program double degree yang harapannya bisa dimulai pada tahun ini. “Peringkat dunia bukan tujuan akhir kami. Yang jauh lebih penting adalah memastikan bahwa kontribusi keilmuan kami terus relevan, membumi, dan menjadi jembatan antarkelompok dalam masyarakat yang plural,” tutur Zainal.
Dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan capaian ke depan, SPs UGM akan terus mendorong kebijakan internasionalisasi melalui kerja sama dengan institusi dan akademisi global, baik dalam bentuk pendidikan, riset bersama, hingga publikasi kolaboratif. “Kami berharap langkah-langkah ini dapat semakin memperkuat posisi Indonesia di kancah akademik global serta memberikan manfaat, tidak hanya bagi bangsa Indonesia, tetapi juga masyarakat dunia secara luas,” tutup Siti.
Penulis : Bolivia Rahmawati
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Firsto