Prof. Dr. Ir. Ambar Kusumandari, M.E.S., IPU dikukuhkan sebagai Guru Besar Dalam Bidang Ilmu Konservasi Tanah dan Air Pada Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Dalam pengukuhan yang berlangsung di Balai Senat UGM, Selasa (7/11), ia membawakan pidato berjudul Konservasi Tanah dan Air Dalam Rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai Untuk Kesejahteraan Masyarakat.
Judul tersebut dipilih untuk mengedepankan betapa pentingnya strategi konservasi tanah dan air dalam rehabilitasi lahan kritis menuju terwujudnya Daerah Aliran Sungai (DAS) yang sehat sehingga dapat menjamin keberlanjutan ketersediaan tanah dan air bagi aktivitas pembangunan yang memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat secara luas. Pidato pengukuhan yang ia sampaikan dibagi dalam 3 bagian, pertama membahas soal Erosi, Degradasai Lahan, dan Lahan Kritis serta Pentingnya Konservasi Tanah dan Air (KTA). Kedua, membahas Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Rehabilitasi DAS serta Model CASM (Capability, Avalaibility, Suitability, Manageability) dalam Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL), dan ketiga soal Strategi KTA.
“Saat ini tanah dan air telah terdegradasi dan telah terjadi kerusakan sehingga kualitasnya sangat menurun. Penyebab terjadinya kerusakan tanah ini akibat tindakan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya meliputi sandang, pangan, papan dan industri yang selalu meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah dan aktivitas kehidupan,” ujar Ambar Kusumandari.
Dia menyebutkan erosi merupakan penyebab utama terjadinya kerusakan tanah, degradasi lahan, penurunan produktivitas lahan, keamanan pangan dan keberlanjutan lingkungan serta mendorong terjadinya kerusakan infrastruktur. Didukung atribut Indonesia sebagai negara tropis dengan intensitas hujan yang tinggi serta kondisi topografi bergunung, berbukit dan bergelombang. Kondisi iklim dan topografi ini bila tidak disertai dengan eksploitasi sumberdaya lahan yang kurang memperhatikan aspek konservasi akan menimbulkan erosi yang tinggi.
Di Indonesia diperkirakan laju erosi terjadi pada kisaran 97,5 sampai dengan 423,6 ton/ha/th. Tingginya erosi tidak hanya mengganggu keberlanjutan kegiatan pertanian dan kehutanan melalui penurunan kapasitas memegang air, tetapi juga berdampak pada wilayah off-site berupa pendangkalan dan polusi udara.
Dalam pandangan Ambar Kusumandari, konservasi tanah dan air (KTA) memiliki peran strategis agar tanah tetap terjaga kesuburannya dan air tetap terjaga ketersediaannya. Tanpa praktek KTA di lapangan, disebutnya, tanah akan mengalami gangguan seperti terjadinya erosi, penurunan unsur hara, terjadi berbagai proses yang mengganggu seperti terkumpulnya garam, racun, dan unsur yang merugikan tanaman. Demikian pula, air juga dapat mengalami kerusakaan berupa: mengeringnya mata air, menurunnya kualitas air karena adanya sedimentasi, terjadinya pencemaran air karena mengandung limbah, terjadinya eutrifikasi karena adanya unsur hara yang mauk ke dalam tanah.
“Penerapan KTA adalah untuk mencegah erosi, memperbaiki tanah yang rusak dan memelihara serta meningkatkan produktivitas tanah. Adapun konservasi air bertujuan untuk menjamin tersedianya air, penghematan air, konservasi habitat yaitu pemanfaatan air oleh manusia dikelola dengan baik untuk menjaga ketersediaan air,” terangnya.
Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, Ambar Kusumandari berpandangan kondisi masyarakat utamanya hambatan ekonomi untuk penerapan konservasi tanah dan air masih banyak ditemukan, seperti kekurangan modal untuk membuat bangunan konservasi atau pun pelaksanaan KTA lainnya. Kondisi ini diperparah dengan kurangnya ilmu dan pengetahuan yang dimiliki, dan masih adanya anggapan bahwa penerapan KTA hanya akan menambah biaya produksi tanpa memberikan tambahan keuntungan.
Di sisi lain, terdapatnya hambatan kelembagaan yang juga dinilai akan mempersulit tercapainya keberhasilan RHL. Manfaat RHL belum banyak dirasakan secara nyata dan banyak orang melaksanakan konservasi sebagai kegiatan yang sudah berjalan secara turun temurun sesuai dengan kebiasaan atau adatistiadat yang berlaku pada suatu daerah.
“Konservasi terpadu harus dibangun dengan menyelaraskan institusi pemerintah dan institusi yang ada di masyarakat sehingga terbangun kejelasan arah dan tujuannya. Di setiap daerah perlu dibangun lembaga yang menangani konservasi sumberdaya alam. Forum DAS pada tingkat kabupaten perlu diaktifkan kembali untuk menggerakkan roda konservasi,” paparnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Firsto