Prof. dr. Jarir At Thobari, D.Pharm, PhD., dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Farmakologi dan Terapi FKKMK UGM. Dalam pengukuhan yang berlangsung Selasa (28/11) di Balai Senat UGM ia menyampaikan pidato berjudul Pengembangan Vaksin: Tinjauan Aspek Epidemiologi, Uji Klinik, dan Ekonomi.
Jarir mengatakan bahwa vaksinasi merupakan salah satu pencegahan penyakit infeksi terbaik saat ini. Tak hanya itu, vaksin menjadi program kesehatan masyarakat yang paling cost-effective setelah air bersih.
“Dampak dari vaksin terhadap penurunan angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat dari penyakit yang dapat dicegah oleh vaksin (vaccine preventable disease) sudah terukur di banyak negara,”paparnya.
Jarir menjelaskan penurunan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah oleh vaksin melalui program vaksinasi dianggap sebagai salah satu pencapaian kesehatan masyarakat terbesar pada abad ke-20. Saat ini lebih dari 100 juta anak divaksinasi setiap tahun untuk melawan penyakit seperti difteri, pertusis, tetanus, tuberkulosis, polio, campak, dan hepatitis B. Dua hingga tiga juta nyawa anak terselamatkan setiap tahun melalui program imunisasi. “Vaksinasi juga berkontribusi terhadap penurunan angka kematian anak di bawah usia 5 tahun secara global dari 93 kematian per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1990 menjadi 39 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2018,”urainya.
Data Centres for Disease Control and Prevention, 2021 mencatat di negara-negara dengan cakupan program vaksinasi yang tinggi, banyak penyakit yang sebelumnya menjadi penyebab sebagian besar kematian anak telah bisa di eradikasi dan dieliminasi, seperti eradikasi cacar, hampir menghapus polio, dan penurunan lebih dari 74% kematian akibat campak selama 10 tahun terakhir. Sayangnya, kesempatan seluruh anak mendapatkan perlindungan dari penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin ini masih belum tercapai. Meskipun cakupan global 3 dosis vaksin difteri-tetanus-pertusis telah meningkat menjadi lebih dari 85%, namun pada tahun 2020 diperkirakan masih terdapat 23 juta anak di dunia belum menerima secara rutin vaksinasi yang direkomendasikan.
“Hal ini terjadi akibat disrupsi yang terjadi saat pandemi COVID-19,meningkatnya krisis ekonomi dan konflik, serta menurunnya kepercayaan terhadap vaksin,”tuturnya.
Jarir menyebutkan kesenjangan cakupan yang lebih besar terjadi pada vaksin baru yang melindungi dari infeksi oleh Haemophilus influenzae tipe B, pneumokokus, rotavirus, dan human papillomavirus (HPV). Meskipun telah diperkenalkan ke dalam program imunisasi nasional di 45 negara namun cakupan vaksin ini sangat bervariasi dan masih relatif rendah. Indonesia saat ini telah berusaha untuk mengejar ketertinggalan program tersebut dengan melakukan program imunisasi untuk vaksin penumococcal (PCV), vaksin rotavirus (RVV), dan vaksin HPV dalam dua tahun terakhir secara luas di tingkat nasional.
Salah satu surveilans yang komprehensif dan terintegrasi yang pernah dilakukan di Indonesia adalah surveilans rotavirus pada anak balita dengan diare akut. Dari hasil surveilans tersebut diketahui beban diare akut pada anak balita yang disebabkan rotavirus tinggi, termasuk juga diketahuinya strain dan genotipe dari rotavirus di Indonesia. Hal ini mendasari pengembangan vaksin rotavirus di Indonesia. Peneliti-peneliti dari FK-KMK UGM bekerjasama dengan Murdoch Children Research Institute (MCRI) Australia dan PT BioFarma Indonesia telah berhasil mengembangkan vaksin rotavirus RV3-BB yang dapat melindungi bayi sejak neonatus dari kejadian gastroenteritis akut yang berat. Vaksin rotavirus yang dikembangkan ini sudah dibuktikan mempunyai keamanan dan efikasi yang baik dalam uji klinik yang melibatkan ribuan bayi di Indonesia sebagai partisipan.
“Vaksin ini akan segera diproduksi oleh PT BioFarma Indonesia dan menjadi salah satu vaksin yang berhasil diproduksi dari dalam negeri serta digunakan dalam program imunisasi nasional,” terangnya
Lebih lanjut Jarir menyampaikan dalam pengembangan vaksin, tahap uji klinik merupakan proses yang kompleks, lama, dan membutuhkan biaya yang besar. Walaupun terdapat panduan pengembangan vaksin yang umum, namun terdapat keunikan dan kompleksitas dari proses pengembangan tersebut. Hal tersebut tergantung dari karakteristik vaksin, populasi sasaran, dan vaksin yang sudah ada sebelumnya.
Kendati begitu, Jarir menyebutkan pengembangan vaksin harus terus dilakukan. Aspek keamanan, imunogenisitas seluler dan imunogenisitas humoral, serta efikasi dari vaksin harus dilakukan saat pengembangan vaksin. Kemanfaatan vaksin dalam mencegah kesakitan dan kematian dapat diukur hanya jika vaksin digunakan dalam program kesehatan masyarakat yang menjangkau populasi secara luas. Bukan vaksin yang menyelamatkan jiwa manusia, tetapi vaksinasinya.
Penulis: Ika
Foto: Firsto