Dosen Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Prof. Dr. Rarastoeti Pratiwi, M.Sc. resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar, Kamis (27/6). Rarastoeto merupakan satu dari 460 guru besar aktif UGM. Sedangkan di tingkat fakultas, Prof. Raras menjadi salah satu dari 10 Guru Besar aktif di Fakultas Biologi UGM.
Melalui pidato pengukuhannya, Prof. Raras menyampaikan pengembangan bidang ilmu biokimia untuk mendukung kemandirian kesehatan nasional. Menurut Prof. Raras, biokimia bisa menjadi salah satu alternatif dan strategi dalam memahami kebutuhan pemenuhan kesehatan masyarakat, khususnya pangan. “Dari biokimia, kita dapat mempelajari kandungan apa saja yang bermanfaat dan berpotensi memenuhi gizi masyarakat,” kata Raras dalam pidato pengukuhan yang berlangsung di Balai Senat Gedung Pusat UGM.
Dikatakan Raras, Biokimia mempelajari bahwa seluruh organisme uniseluler dan multiseluler memiliki kelebihannya masing-masing, bahkan dalam kondisi yang ekstrim. Kemampuan organisme tersebut dipelajari untuk mengetahui teknologi dan jasa apa saja yang bisa dihasilkan. “Keragaman organisme yang ada di dunia ini sangat ditentukan oleh keragaman materi genetiknya, dan berimplikasi terhadap keragaman protein yang dimiliki,” terangnya.
Meski demikian, permasalahan perubahan iklim global seperti saat ini banyak mempengaruhi kondisi ketahanan pangan nasional. Menurut Prof. Raras, perubahan iklim dapat menjadi ancaman besar bagi ketahanan pangan nasional. Apalagi beras sebagai bahan pokok makanan masyarakat Indonesia berasal dari sektor pertanian yang rentan akan perubahan iklim. “Perubahan lingkungan yang drastis maupun bertahap, antara lain pemanasan global, pencemaran lingkungan baik material organik maupun anorganik, serta radiasi, mampu mempengaruhi keseimbangan komponen molekuler hingga seluler,” ujarnya.
Kendati pangan beras memiliki kandungan kalori tinggi, nutrisinya lebih rendah dibanding padi berpigmen. Sedangkan padi berpigmen seperti beras merah dan hitam justru mengandung senyawa nutrien dan bioaktif yang lebih penting untuk kesehatan. Daya tahan padi berpigmen juga lebih kuat di tengah perubahan iklim seperti saat ini. Beberapa negara seperti Cina, Jepang, dan India menurut Raras sudah memanfaatkan padi berpigmen dalam bentuk produk tepung, bekatul maupun minyak tepung beras hitam sebagai komponen bagi industri pangan fungsional.
Sementara pengembangan padi berpigmen sebagai bahan pangan fungsional di Indonesia baru sebatas sebagai pangan utuh, dan produk berupa tepung beras merah, tanpa proses yang melibatkan teknolog. Padahal beras berpigmen sendiri potensi mendukung penurunan tingkat penderita diabetes dan obesitas di Indonesia. “Biokimia dalam hal ini berperan penting untuk mengetahui kandungan-kandungan dan potensi bahan pangan lain menjadi bahan pangan fungsional,” katanya.
Selain di bidang pangan, Raras menegaskan ilmu biokimia juga mendukung kesehatan nasional melalui pengembangan alat medis terutama untuk tindakan kemoterapi pada penderita kanker. Saat ini, kemoterapi masih menjadi satu-satunya jalan kesembuhan bagi penderita kanker. “Biokimia sebenarnya memiliki kemampuan mendalami berbagai kelemahan sel kanker agar bisa diatasi oleh alat-alat medis lainnya. Perkembangan biokimia saat ini sudah sangat pesat dan memerlukan integrasi dengan bidang ilmu lainnya untuk membantu mempermudah penemuan-penemuan baru dalam bidang kesehatan,” tutup Prof. Raras.
Penulis: Tasya
Editor: Gusti Grehenson
Foto: Firsto