Prof. Dr. drh. Soedarmanto Indarjulianto dikukuhkan dalam jabatan Guru Besar Bidang Klinik Veteriner pada Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada. Dalam pidato pengukuhan yang berlangsung di Balai Senat UGM, Kamis (30/11), dirinya menyampaikan topik seputar perkembangan diagnosis penyakit infeksius pada kucing yang termasuk dalam bagian Ilmu Penyakit Dalam Kedokteran Hewan.
Indarjulianto menyampaikan Feline Panleukopenia adalah salah satu penyakit infeksius yang disebabkan Feline Panleukopenia virus yang mempunyai tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi. Untuk itu sangat diperlukan penentuan diagnosis sederhana yang relatif cepat dan akurat sebagai dasar prognosis dan terapi kucing penderita penyakit ini.
“Salah satu penyakit infeksius yang sering terjadi sepanjang tahun dan selalu menjadi problem dalam dunia kedokteran hewan (veteriner) di Indonesia adalah FPL. Keberhasilan terapi penyakit ini sangat erat kaitannya dengan ketepatan dan keakuratan diagnosisnya. Pidato ini terutama menyampaikan perkembangan diagnosis FPL,” ujarnya.
Menyampaikan pidato Perkembangan dan Aplikasi Metode Diagnosis Klinik Veteriner pada Feline Panleukopenia”, Indarjulianto merasa bersyukur karena kesadaran pemilik hewan kesayangan maupun ternak di Indonesia terhadap kesehatan hewan peliharaanya dari waktu ke waktu semakin meningkat. Dibuktikan, ketika hewannya sakit terutama pada hewan kesayangan, mereka akan memeriksakannya ke dokter hewan.
Dokter hewan dipandang memiliki tanggung jawab besar untuk memberikan diagnosis yang tepat sebagai dasar pemberian terapi yang terbaik untuk pasien. Hal inilah yang mendasari diperlukannya ilmu Diagnosis Klinik Veteriner.
“Diagnosis Klinik Veteriner (DKV) adalah ilmu dan sekaligus seni dalam menentukan diagnosis status kesehatan hewan. Ilmu DKV sangat diperlukan di bidang kesehatan hewan, khususnya di bidang klinik hewan karena merupakan dasar penentuan diagnosis, prognosis, terapi dan penanggulangan penyakit veteriner,” terangnya.
Gejala klinis yang terjadi pada kasus FPL sangat beragam dan tergantung pada umur, status kekebalan tubuh, tingkat infeksi, dan adanya infeksi sekunder. Tanda-tanda awal FPL antara lain demam, lesu, anoreksia, leukopenia dan dehidrasi, yang kemudian bermanifestasi menjadi leukopenia parah, muntah, diare, depresi berat, dan dapat berakhir dengan kematian mendadak. Infeksi pada kucing dewasa umumnya menimbulkan gejala klinis berupa demam, lesu, lemas dan tidak mau makan, yang dapat berkembang menjadi dehidrasi parah.
Beberapa kucing juga menunjukkan gejala muntah, terkadang disertai diare encer hingga hemoragik dan penurunan berat badan yang signifikan. Namun, beberapa kucing lain hanya menunjukkan gejala anoreksia dan lesu tanpa diare, muntah, atau leukopenia.
“Infeksi pada fetus dan neonatus menyebabkan kerusakan sistem saraf pusat, terutama malformasi serebelum, serta menimbulkan gejala klinis berupa ataksia dan gangguan mata,”ucapnya.
Secara keseluruhan, gejala klinis FPL mudah dan cepat dikenali dengan alat dan bahan yang sederhana serta memerlukan biaya yang murah. Sayangnya keakuratan diagnosis FPL berdasarkan gejala klinis masih rendah dan perlu dikonfirmasi dengan metode laboratorik.
Karena itu, diagnosis penyakit yang akurat pada pasien hewan (termasuk FPL) dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan fisik secara lege artis pada tahap awal, diikuti dengan berbagai pemeriksaan laboratoris yang memadai. Peneguhan diagnosis FPL secara laboratoris dapat diarahkan berdasarkan gejala klinis dan disesuaikan dengan kemampuan klien dan klinik hewan.
“Metode PCR merupakan gold standard untuk diagnosis FPL, namun demikian sebelumnya diperlukan skrining awal, terutama pemeriksaan fisik, sehingga ilmu Diagnosis Klinik Veteriner masih sangat diperlukan. Metode diagnosis veteriner perlu dikembangkan mengikuti kemajuan pengetahuan dan teknologi termasuk artificial intelegence dan machine learning,” imbuhnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Firsto