
Dosen Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Prof. Ir. Subagyo, Ph.D., IPU., ASEAN Eng. dikukuhkan menjadi Guru Besar dalam bidang Ilmu Manajemen Produk yang digelar di Balai Senat UGM, Selasa (7/10). Dalam pengukuhannya, Prof. Subagyo menyampaikan pidato yang berjudul “Manajemen Produk: Mengelola Kreativitas untuk Kebaikan dan Kesejahteraan”.
Prof. Subagyo mengawali pidatonya dengan menjelaskan perkembangan teknologi komunikasi dan teknologi informasi sebagai salah satu berkah yang mempermudah transfer ilmu pengetahuan. Teknologi informasi terutama dalam bidang teknologi produksi yang memungkinkan perusahaan memproduksi dalam jumlah besar dengan efisiensi tinggi. Ia mengungkapkan adanya produksi tanpa diimbangi dengan inovasi dan diferensiasi membuat produk hanya menjadi komoditas massal. “Penguasaan teknologi produksi yang cepat terdifusi sehingga banyak perusahaan yang sanggup memproduksi produk dalam jumlah massal dengan efisiensi yang setara menjadikan sebuah produk terdegradasi menjadi komoditas,” ungkapnya.
Menurutnya, menjaga keunggulan kompetitif produk perlu dikembangkan, tidak hanya berpatok pada kekhasan fungsional, tetapi juga pada aspek-aspek non-fungsional seperti brand, estetika, nilai-nilai keyakinan personal hingga aspek budaya yang seringkali diabaikan. Ia menekankan pemanfaatan non-fungsional suatu produk dapat memberikan nilai dan identitas kuat bagi konsumen, tidak hanya mengandalkan adanya efisiensi produk semata. Perubahan besar di dunia industri modern yang ditandai dengan semakin pendeknya usia produk di pasar. Ia menilai, strategi tersebut memaksa perusahaan untuk merancang produk baru dalam waktu cepat guna menjaga daya saing produk. Perlu adanya penerapan konsep rekayasa simultan (concurrent engineering) dalam proses pengembangan produk. Hal itu berfungsi pada kegiatan perancangan, pengujian, dan produksi dilakukan secara paralel guna mempercepat waktu peluncuran produk tanpa mengorbankan kualitas. “Sebagai konsekuensi hal ini, analisis kelayakan investasi produk sebaiknya tidak dilakukan per produk, namun secara keseluruhan untuk produk paralel,” jelasnya.
Penerapan konsep tersebut tidak hanya meningkatkan kecepatan inovasi, tetapi juga dapat menekan biaya produksi serta memperkuat efisiensi rantai pasok dalam industri nasional. Lebih lanjut, ia menyoroti adanya kebiasaan pola hidup masyarakat yang saat ini semakin menekankan kepraktisan dalam mengonsumsi suatu produk merupakan salah satu permasalahan utama. Ia menjelaskan adanya penggunaan produk sekali pakai yang berkontribusi besar dalam persoalan limbah dan pencemaran lingkungan. Banyaknya produk murah dan praktis yang diminati pasar seringkali menimbulkan dampak yang signifikan bagi lingkungan. Dalam hal ini, Subagyo mengusulkan konsep kebijakan insentif ekonomi ‘cukai sampah’ terhadap produk yang berpotensi menimbulkan limbah. Hal ini ia tekankan sebagai upaya mengembangkan inovasi produk berkelanjutan dan bertanggung jawab pada lingkungan.
Sebagai penutup, Subagyo menegaskan pentingnya peran insinyur dalam menghadapi tantangan era revolusi industri. Ia menilai, insinyur teknik industri saat ini tidak lagi terbatas pada proses produksi saja, tetapi juga mempunyai peran aktif dalam mengembangkan produk agar lebih produktif dan efisien. “Peran insinyur teknik industri produk saat ini tidak terbatas membuat proses produksi untuk menghasilkan produk secara produktif dan efisien, namun juga berperan aktif dalam proses ‘produktisasi’ secara lebih produktif dan efisien,” ungkapnya.
Namun begitu, Subagyo mengungkapkan perlu adanya sinergi yang baik antara insinyur teknik industri dengan perancang produk (product designer) yang menjadi kunci dari adanya sistem sosio-teknikal dalam meningkatkan efisiensi produktivitas. Menurutnya, hal ini penting dalam menghadapi pendeknya umur produk dan cepatnya perubahan kebutuhan industri. Ia menambahkan kerja-kerja kreatif keinsinyuran perlu dikembangkan sebagai upaya kontribusi dalam mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
Penulis : Cyntia Noviana
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Donnie