Prof. Subejo, S.P., M.Sc., Ph.D., dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Fakultas Pertanian, UGM, Selasa (21/11) di Balai Senat UGM. Saat itu ia menyampaikan pidato pengukuhan berjudul Koeksistensi TIK Kontemporer dan Penyuluhan Konvensional Menuju Perspektif Baru Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian di Indonesia.
Subejo mengatakan bahwa isu dan problem pangan global dan nasional dari waktu ke waktu semakin kompleks dan membutuhkan solusi serta kemampuan adaptasi, termasuk dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Adopsi teknologi informasi dan komunikasi sangat potensial merevolusi eksistensi penyuluhan pertanian dan berkontribusi penting terhadap keberlanjutan sistem pertanian dan usaha petani skala kecil.
“Pemanfaatan TIK di Indonesia untuk mendukung pembangunan sektor agro pada masa-masa mendatang sangat strategis mempertimbangkan jumlah petugas penyuluh pertanian lapangan yang terbatas dibandingkan luas wilayah dan cakupan jumlah petani, ketersediaan teknologi informasi berkembang pesat, literasi masyarakat terhadap media semakin baik dan kondisi wilayah tersebar dalam bentuk kepulauan,” paparnya.
Kombinasi dan integrasi model penyuluhan konvensional dengan model penyuluhan baru yang mengoptimalkan pemanfaatan media baru sangat relevan dengan kondisi terkini, terutama sejak meluasnya pandemi Covid-19. Hal ini juga merupakan adaptasi strategis dengan mobilitas orang dan barang sangat dibatasi untuk mengurangi risiko penularan Covid-19. Berkurangnya jumlah dan frekuensi interaksi sosial dalam bentuk pertemuan fisik antara penyuluh pertanian lapangan dengan kelompok tani dan petani dalam batas tertentu dapat dikompensasi dengan pemanfaatan berbagai aplikasi dan media baru untuk menyebarluaskan berbagai informasi dan inovasi terkait pertanian. Bahkan dalam beberapa kasus cukup sukses untuk mendorong e-marketing dan distribusi berbagai produk pertanian di wilayah-wilayah yang sudah memiliki infrastruktur telekomunikasi memadai dan SDM penyuluh dan petani yang cukup baik.
Lebih lanjut ia menyebutkan kebijakan dan orientasi penyuluhan dan komunikasi pertanian di Indonesia telah mengalami transformasi yang cukup besar. Hal ini sejalan dengan pergeseran sektor pertanian ke arah yang lebih beragam, bersifat komersial dan lebih menitikberatkan pada isu keberlanjutan dan efisiensi.
Subejo mengatakan bahwa kebijakan dan praksis penyuluhan dan komunikasi pertanian saat ini dan masa mendatang harus mampu beradaptasi dengan berbagai persoalan kontemporer serta persoalan masa depan pertanian dan pedesaan seperti kelangkaan sumber daya produksi yang ditandai dengan alih fungsi lahan pertanian serta degradasi kualitas lahan pertanian, dampak negatif atas perubahan iklim global, stagnasi proses regenerasi petani, dan urgensi perbaikan tata kelola kelembagaan pertanian.
“Fakultas Pertanian UGM sejak beberapa tahun terkahir telah mempromosikan smart eco-bio production. Hal ini sangat relevan dengan dinamika global pembangunan pertanian yang menuntut tumbuhnya gagasan dan inovasi strategis sebagai respons aktif atas berbagai perubahan, problematika, dan peluang pembangunan pertanian nasional dan global,”terangnya.
Sementara, problematika kelangkaan sumber daya produksi, alih fungsi lahan pertanian dan degradasi kualitas lahan pertanian menuntut praktik pertanian yang lebih efisien dan efektif, namun tetap mampu menjaga stabilitas produksi. Sejalan dengan upaya peningkatan efisiensi proses produksi pertanian, Subejo mengadvokasi pengembangan industri pedesaan yang dapat memberikan peluang sumber pendapatan baru bagi keluarga petani. Hal itu dilakukan melalui usaha-usaha ekonomi kreatif pengolahan produk pertanian, pemanfaatan produk ikutan serta jasa pertanian misalnya pengembangan agro-wisata.
Subejo juga mendorong berbagai upaya dan strategi penyuluhan dalam mempromosikan strategi adaptasi dan mitigasi yang efektif untuk mengatasi perubahan iklim global pada sektor pertanian. Salah satunya, mengadvokasi kombinasi cara-cara modern dan cara tradisional dalam mengatasi problem perubahan iklim di sektor pertanian. Model penyuluhan pertanian melalui sekolah lapang iklim,diseminasi informasi dan strategi adaptasi perubahan iklim memanfaatkan media baru. Misalnya, aplikasi DESA Apps dan Lentera Desa yang dikembangkan Fakultas Pertanian UGM sejak beberapa tahun terakhir.
Pengembangan kelembagaan pertanian yang efektif yang mampu mengakomodasi kepentingan ekonomi dan sosial masyarakat pertanian juga penting dilakukan. Salah satunya, dapat dilakuakan dalam pola pengembagan Gapoktan atau asosiasi petani yang memiliki unit bisnis seperti koperasi yang dapat menjalankan fungsi komersial.
“Desain dan tata kelola kelembagaan petani akan menjadi tema yang sangat penting dalam penyuluhan dan komunikasi pertanian di Indonesia,”ucapnya.
Penulis: Ika
Foto: Donnie