
Deforestasi hutan Indonesia yang terjadi dalam beberapa dekade belakangan ini membuat luasan hutan maupun kualitas hutan semakin turun dan hutan tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan kayu yang dibutuhkan. Optimalisasi kayu sebagai bahan baku, pemilihan material yang tepat, inovasi teknologi dan produk berbasis kayu diharapkan akan mampu meningkatkan nilai tambah hasil hutan sekaligus dapat menurunkan tekanan kepada hutan sebagai bagian dari mendukung pembangunan hutan berkelanjutan.
Hal itu disampaikan oleh Dosen Fakultas Kehutanan UGM Prof. Dr. Ir. Widyanto Dwi Nugroho, S.Hut., M.Agr, dalam pidato pengukuhan jabatan Guru Besar Bidang Ilmu Kayu pada Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada yang berlangsung di Balai Senat, Selasa (21/5)
Dalam pidatonya yang berjudul Peran Ilmu Kayu dalam Pembangunan Kehutanan Tropis Berkelanjutan, Widyanto mengatakan Indonesia merupakan negara yang memiliki memiliki hutan hujan tropis terbesar ketiga setelah Brasil dan Kongo dengan 63 persen wilayah daratannya atau sekitar 120,4 juta hektar ditetapkan sebagai Kawasan Hutan dengan tingkat keragaman hayati yang tinggi. Hanya saja, upaya pengelolaan hutan secara berkelanjutan dengan mengedepankan prinsip-prinsip keseimbangan antara aspek ekosistem, ekonomi maupun sosial selalu menghadapi berbagai macam tantangan. “Ilmu Kayu memiliki peran yang strategis untuk menjawab tantangan dalam pembangunan hutan yang berkelanjutan. Dengan perannya juga diharapkan mendukung peningkatan nilai tambah hasil hutan dan keberlanjutan industri hasil hutan”, terangnya.
Widyanto berpandangan untuk mewujudkan pembangunan kehutanan tropis berkelanjutan, termasuk meningkatkan nilai tambah hasil hutan diperlukan kesadaran pengetahuan soal kayu, pohon dan hutan. Pasalnya, keberadaan hutan tak bisa dilepaskan dari keberadaan pohon dan kayu. Oleh sebab itu, kayu tidak bisa sekedar dipandang sebagai produk hutan atau bahan baku saja. “Kayu juga harus dipandang sebagai produk biologi serta menjadi unsur keberadaan hutan, yang manfaat dan fungsinya sudah ada sejak kayu tersebut dibentuk,” jelasnya.
Lebih jauh ia menjelaskan, kayu dibentuk oleh pohon dalam tahap-tahap yang memerlukan waktu yang panjang dan memerlukan kondisi tertentu. Dengan pemahaman ini diharapkan pemanfaatan kayu dapat dilakukan dengan lebih bijaksana. “Sebagai material bentukan alam, kayu memiliki sifat-sifat yang khas, unik yang sifat-sifatnya banyak tidak dimiliki maupun bisa digantikan oleh material lainnya,” paparnya.
Penelitian dalam bidang ilmu kayu menurutnya perlu dikembangkan dalam rangka mendukung inovasi dalam teknologi pemrosesan kayu yang menciptakan kemungkinan-kemungkinan baru untuk penggunaan kayu, meningkatkan efisiensi material, pengurangan limbah dan efisiensi produksi produk kayu. “Pada kondisi zaman yang semakin kompleks ini, Ilmu Kayu perlu lebih bersinergi secara lintas disiplin dengan berbagai disiplin keilmuan, antara lain teknologi kayu, silvikultur, bioteknologi, konstruksi, ilmu material, ilmu lingkungan dan berbagai disiplin ilmu lainnya termasuk arkeologi dan konservasi warisan budaya,” pungkasnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Firsto