Kementerian Sosial merencanakan untuk membangun Sekolah Rakyat sebagai salah satu upaya mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Adanya program ini merupakan lanjutan dari arahan Presiden Prabowo Subianto pada rapat koordinasi pemberdayaan masyarakat di Istana Kepresidenan Bogor pada 3 Januari 2025. Sasaran dari program ini adalah anak-anak dari kalangan masyarakat miskin ekstrim agar mendapatkan pendidikan yang layak.
Konsep dari sekolah rakyat sendiri adalah asrama atau boarding school di mana para siswa nantinya tidak hanya mendapat pendidikan tetapi juga akan mendapat asupan gizi yang layak dan mencukupi. Menteri Sosial menargetkan untuk membangun proyek percontohan atau pilot project Sekolah Rakyat di Jakarta dan sekitarnya. Namun, hingga saat ini Kementerian Sosial belum bisa memastikan kapan proyek ini akan efektif mulai dilaksanakan meskipun tim sudah dibentuk.
Dosen Program Studi Manajemen Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Dr. Subarsono, mengatakan program sekolah rakyat di bawah Kementerian Sosial dinilai kurang tepat karena seharusnya bidang ini ditangani oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Tidak hanya itu, menurutnya program belum terlalu mendesak dilaksanakan, karena melihat kenyataan bahwa masih banyak sekolah konvensional yang membutuhkan perhatian pemerintah. Mulai dari bangunan sekolah yang rusak hingga gaji para guru terutama guru honorer yang masih memprihatinkan.
“Nah, saya kira ini menjadi problematik berada di bawah Kementerian Sosial karena tupoksinya bukan mengurusi masalah pendidikan. Jadi, ini dipertanyakan mengenai domain dari kebijakan itu. Kalau di bawah Kementerian Sosial saya pikir itu tidak tepat,” katanya, Selasa (14).
Apabila menilik ke belakang, kata Subarsono, Sekolah Rakyat memang memiliki sejarah di masa penjajahan Belanda. Dengan adanya program Sekolah Rakyat kemungkinan akan terbentuk stigma negatif di kalangan masyarakat mengenai penamaannya. Sejarahnya memang sekolah rakyat sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda yang kemudian diubah menjadi sekolah dasar. Adanya istilah tersebut dikhawatirkan adanya diskriminasi karena sudah ada sekolah dasar.“Sebaiknya untuk penamaannya Sekolah Unggulan saja jangan Sekolah Rakyat sehingga tidak menciptakan dualisme dengan adanya terminologi baru yang muncul,” ungkapnya.
Disamping itu, Subarsono juga menilai banyak pertimbangan yang perlu dikaji dalam merealisasikan Sekolah Rakyat. Meskipun begitu masih ada harapan dengan didirikannya Sekolah Rakyat . “Saya pikir bukan tidak efisien tapi saya tidak yakin ketepatan untuk dilakukan saat ini. Kenapa kita tidak membenahi sistem yang sudah ada. Kan untuk sekolah itu mendapat Dana BOS dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan apabila ingin meningkatkan kualitas pendidikan bagaimana meningkatkan dana BOS, memperbaiki kurikulum, dan meningkatkan kompetensi guru,” tambahnya.
Seperti diketahui, Kementerian Sosial hingga saat ini belum memberikan penjelasan yang detail mengenai pengadaan Sekolah Rakyat. Meski demikian, jika program ini tetap dipaksakan, Subarsono mengusulkan agar program ini tetap dibawah kemendikdasmen dan ditempatkan di lokasi yang tepat sasaran untuk mengentaskan permasalahan yang ada di Indonesia. “Saya berharap bahwa program ini tetap di bawah naungan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah bukan di bawah Kemensos. Yang kedua, dibangun di daerah yang tepat seperti 3T (Tertinggal, Terluar, dan Termiskin). Jadi, kriteria yang dibangun harus jelas seperti apa karena orientasinya untuk orang miskin, gratis, dan berasrama. Saya pikir pantasnya berada di daerah yang belum maju,” pungkasnya.
Penulis : Jelita Agustine
Editor : Gusti Grehenson