
Kebijakan pemangkasan anggaran yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto dengan memotong anggaran kementerian dinilai dapat berdampak besar pada sektor pembangunan desa dan pertanian. Anggaran Kementerian Pertanian dipangkas sebesar Rp10,28 triliun dari total pagu awal Rp29,3 triliun. Sedangkan anggaran Kemendes PDT dipangkas sebesar Rp772 Miliar dari total pagu Rp2,19 triliun.
Kepala Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan (PSPK) UGM sekaligus dosen Antropologi Fakultas Ilmu Budaya (FIB UGM), Prof. Dr. Bambang Hudayana, M.A, mengatakan pemotongan anggaran dengan jumlah besar tersebut berisiko memperlambat pertumbuhan ekonomi desa serta kesejahteraan petani yang mayoritas penduduknya menggantungkan hidup pada sektor pertanian. “Sektor pertanian sangat membutuhkan suntikan anggaran yang besar, terutama untuk tanaman pangan dan hortikultura. Jika subsidi dan dukungan pemerintah berkurang, maka akses petani terhadap pupuk, bibit, dan obat-obatan pertanian akan semakin sulit,” jelas Bambang, Senin (17/2).
Bambang menyoroti dampak pemotongan anggaran terhadap ketersediaan sarana prasarana pertanian, seperti irigasi dan infrastruktur pendukung yang sangat krusial. “Jika saluran air tidak berfungsi atau tanggul rusak tanpa ada perbaikan karena nihilnya dana, produksi pertanian akan menurun drastis,” jelasnya.
Selain itu, tantangan bagi sektor pertanian semakin berat di tengah perubahan iklim dan fluktuasi pasar global. Beberapa negara produsen pangan kini mulai membatasi ekspor akibat ketegangan geopolitik dan krisis iklim. Kondisi ini dapat berujung pada meningkatnya impor pangan yang pada akhirnya justru membebani perekonomian nasional. “Efek jangka panjangnya kalau sampai produksi dalam negeri kurang dan kita harus impor, tetapi barangnya tidak tersedia, tentu akan sangat berbahaya bagi Indonesia,” ujarnya.
Bambang mengkhawatirkan imbas yang akan menyentuh program penguatan ekonomi desa yang selama ini berjalan melalui Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). Dengan pemangkasan anggaran, banyak Bumdes yang berpotensi kehilangan pendampingan dan pembinaan. Padahal, sudah banyak desa yang mulai berkembang dengan sektor ekonominya sendiri, seperti pengolahan sampah, pengolahan minyak jelantah, hingga desa wisata. “Jika anggaran pendampingan berkurang, desa-desa ini bisa kehilangan daya saingnya,” tambahnya.
Menurutnya, pemotongan anggaran ini seharusnya tidak dilakukan pada sektor-sektor yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat kecil. Ia mendorong pemerintah untuk mencari solusi yang lebih berpihak pada petani dan desa, misalnya dengan memperkuat inovasi lokal, memberikan insentif bagi usaha berbasis desa, serta memastikan alokasi dana agar tetap mendukung pertumbuhan ekonomi pedesaan. “Jangan sampai pembangunan desa dan pertanian menjadi sektor yang dikorbankan karena dampaknya bisa berkepanjangan bagi stabilitas ekonomi dan sosial,” tegasnya.
Penulis : Bolivia Rahmawati
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Freepik