Sebanyak 80 Dekan dan Staf Fakultas Teknik dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia mengikuti Forum Dekan Teknik Indonesia (FDTI) Dean Course yang digelar di kampus Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, 10-13 Juni 2024. Forum tahunan ini bertujuan memberikan bimbingan dan pelatihan kepada Dekan dan staf dari perguruan tinggi lain seputar pengembangan kebijakan keilmuan teknik. Meski keilmuan teknik menjadi fokus utama, namun pada pertemuan kali ini, Fakultas Teknik UGM selaku tuan rumah juga memberikan materi soal kebijakan fakultas terkait pengelolaan akademik, keuangan, serta pengembangan reputasi Fakultas.
Prof. Dr. Indra Wijaya Kusuma, selaku Kepala Satuan Penjaminan Mutu dan Reputasi Universitas (SPMRU) UGM yang menjadi narasumber dalam pelatihan tersebut menyoroti soal isu-isu pendidikan yang dihadapi oleh perguruan tinggi di tingkat global. Menurutnya, pendidikan tinggi tidak hanya berperan untuk menyalurkan ilmu, namun juga memastikan pemerataan pembangunan melalui lulusannya. “Saya lihat lulusan-lulusan sekarang itu banyak yang berasal dari daerah, tapi setelah lulus dari perguruan tinggi justru mencari kerja di kota besar. Ini juga menjadi persoalan kita,” tuturnya, Senin (10/6).
Menurutnya, tujuan utama perguruan tinggi untuk meningkatkan kualitas SDM secara merata akan sulit tercapai dengan munculnya fenomena ini. Oleh karena itu, perguruan tinggi perlu mencari cara untuk mendorong generasi muda yang lebih produktif, namun di sisi lain juga memiliki keinginan untuk mengabdi membangun daerahnya.
Indra juga sempat menyinggung strategi untuk peningkatan mutu dan reputasi perguruan tinggi di tingkat global dengan mendorong peningkatan jumlah publikasi dan hasil riset dosen, minat calon mahasiswa, hingga personal branding. Namun begitu, banyak instansi seringkali terlalu mengejar tujuan tersebut daripada melaksanakan tujuan utamanya sebagai lembaga pendidikan untuk mencetak SDM unggul. “Tuntutan institusi jangan sampai mengesampingkan esensi dari pendidikan itu sendiri,” katanya
Sementara ketua Program Studi Program Profesi Insinyur (PSPPI) Fakultas Teknik UGM Prof. Ir. Suryo Purwono, IPU., ASEAN Eng., menyebutkan bahwa, profesi insinyur saat ini terbuka lebih luas dengan adanya perkembangan digital dan globalisasi. Selain membuka kesempatan profesi insinyur untuk bekerja di luar negeri, globalisasi ini juga sangat memungkinkan serapan insinyur dalam negeri justru didominasi tenaga asing. Fenomena ini tentunya menimbulkan kompetisi lebih luas dan sulit. “Agar seorang insinyur itu bisa bekerja lintas negara ASEAN, tidak hanya harus memiliki ilmu dan kompetensi, tapi juga beberapa syarat formal lainnya,” ujar Suryo.
Surat Tanda Registrasi Insinyur (STRI) menjadi salah satu syarat formal bagi insinyur untuk bisa bekerja di manapun. Sertifikasi ini diberikan bagi lulusan atau insinyur profesional yang telah mengikuti serangkaian uji kompetensi. Kebijakan ini sudah dinaungi oleh hukum nasional. Sama seperti bidang profesi lainnya, kata Suryo, profesi insinyur berperan secara strategis dalam pembangunan sarana prasarana di masyarakat. “Sertifikasi diperlukan untuk menjamin bahwa insinyur tersebut berkompetensi untuk menjamin keamanan dan keselamatan dalam setiap proyeknya. Tuntutan ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi perguruan tinggi,” jelasnya.
Penulis: Tasya
Editor: Gusti Grehenson