Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM bekerja sama dengan Badan Pelaksana Otorita Borobudur terus melakukan pengembangan wisata sekitar Borobudur. Keduanya dalam hal ini memberikan pendampingan wisata minat khusus dan pola perjalanan di kawasan Gelangprojo.
Pendampingan dilakukan agar pengelolaan desa-desa wisata di Gelangprojo (Magelang, Kulon Progo, Purworejo) mampu mengemas paket wisata tematik dan terintegrasi. Dari sisi supply wilayah Gelangprojo memiliki variasi atraksi wisata yang sangat potensial untuk dikembangkan.
Menurut peneliti Puspar UGM, Dr. Destha Titi Raharjana, dengan pendekatan pariwisata minat khusus (special interest), potensi tersebut sangat mungkin untuk dikembangkan. Tidak dipungkiri, eksistensi daya tarik wisata Candi Borobudur di Magelang tampil sebagai magnet menarik wisatawan mancanegara, dan perlu diimbangi dengan variasi atraksi wisata lainnya. “Beberapa yang bisa dikembangkan seperti bird watching (green tourism), ataupun wisata lainnya, seperti adventure tourism, wellness tourism, kegiatan sport tourism. Semua itu tentunya dapat dikembangkan ke depannya di wilayah Menoreh dengan tetap memperhatikan aspek keberlanjutan dan daya dukung lingkungan,” katanya.
Destha menambahkan tren/karakter wisatawan khususnya mereka yang masuk kategori milenial memiliki sifat diversely motivated. Dalam pandangannya mereka lebih memilih travelling secara individu atau berkelompok kecil dengan menentukan motivasi dan rencana perjalanannya sendiri.
“Ini tentunya menjadi tantangan pengelola agar mampu mengemas travel pattern. Tujuannya, agar wisatawan lebih lama tinggal. Perlu diingat, sesama desa wisata bukanlah kompetitor, justru sebagai partner. Konsep kolaborasi dan migunani, menjadi hal yang penting dikedepankan,” terangnya.
Kegiatan pendampingan pariwisata minat khusus dan perjalanan wisata (travel pattern) diselenggarakan di Glamping, de Loano, Nglinggo pada hari Jum’at (3/5). Pendampingan melibatkan 16 desa wisata sekitar Magelang, Kulonprogo, dan Purworejo (Gelangprojo) dengan menghadirkan Dr. Destha Titi Raharjana, dari Puspar UGM sebagai fasilitator.
Sementara itu, peran Badan Pelaksana Otorita Borobudur (BPOB) salah satunya adalah mendorong adanya inovasi dalam pengembangan atraksi di wilayah otoritatif ataupun koordinatif dengan melibatkan segenap pemangku kepentingan termasuk masyarakat desa area Pegunungan Menoreh yang berlokasi tidak jauh dari Candi Borobudur dan airport YIA. Hal tersebut disampaikan Neysa Amelia selaku Direktur Destinasi BPOB.
Dia menyampaikan salah satu model pengembangan yang dijalankan saat ini adalah dengan model community based tourism (CBT). Menurut Neysa pembangunan pariwisata khususnya kluster Menoreh dan sekitarnya berorientasi sustainable tourism atau pariwisata berkelanjutan.
Perlu pula mendorong pengembangan model wisata minat khusus guna menarik segmen niche market yang mampu memberikan dampak positif terhadap lingkungan, budaya, masyarakat, dan ekonomi. Oleh karena itu, penguatan ragam atraksi yang memiliki keunikan, selling point dan tematik menjadi penting untuk dimiliki.
“Targetnya, apabila pengelola desa-desa wisata di Gelangprojo (Magelang, Kulon Progo, Purworejo) tentunya akan mampu mengemas paket wisata tematik dan terintegrasi,” ucapnya.
Yulwan selaku Kepala Divisi Amenitas dan Daya Tarik Wisata BPOB menambahkan dalam pendampingan kali ini menyepakati tindak lanjut pendampingan untuk mematangkan kemasan paket dan travel pattern yang telah dihasilkan. Pendampingan secara kontinu diberikan untuk menghasilkan pilot project paket wisata tematik yang kemudian diujicobakan dengan melibatkan pihak industri.
Penulis: Agung Nugroho