
Kompleksitas proyek infrastruktur berskala besar menuntut pendekatan manajemen yang inovatif dan terintegrasi agar berjalan secara efektif dan efisien. Tidak hanya meningkatkan konektivitas antarwilayah, pembangunan proyek-proyek seperti jalan tol, kereta api, pelabuhan, dan bandara ditengarai mampu mengurangi biaya logistik serta mendorong sektor pariwisata.“Bagaimanapun pembangunan infrastruktur transportasi merupakan tulang punggung pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pembangunan”, ujar Ir. Ikaputra, Ph.D., kepala Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM pada webinar bertajuk “Manajemen Proyek yang Modern dalam Pembangunan Infrastruktur Transportasi: Strategi untuk Keberhasilan Implementasi dan Keberlanjutan”, belum lama ini.
Webinar yang diselenggarakan Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM dengan menghadirkan para ahli sebagai pembicara, diantaranya Weni Maulina (Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta), dan Ir. Wahyu Utomo, M.S., Ph.D. (Staf Khusus Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Percepatan Infrastruktur dan Investasi). Turut berbicara Dr. Adi Prasetyo, M.Eng. (PM), MPU, PMP, PRINCE2 selaku Presiden Prince2 Project Management Association Indonesia, dan Prof. Dr.-Techn. Ir. Danang Parikesit, M.Sc. (Eng.), IPU., APEC. Eng., QRGP, Guru Besar Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan UGM sekaligus Tim Ahli Pustral UGM yang bertindak sebagai moderator.
Sebagai Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta, Weni Maulina menjelaskan PT MRT Jakarta memiliki tiga mandat utama, yaitu pengembangan infrastruktur, operasi dan pemeliharaan, serta pengembangan bisnis dan Transit Oriented Development (TOD). MRT Jakarta hadir sebagai solusi atas permasalahan kemacetan, polusi udara, dan kerugian ekonomi akibat ketidakefisienan transportasi di ibu kota. “Dalam pembangunan MRT Jakarta, kita menghadapi berbagai tantangan, mulai dari perencanaan ruang bawah tanah yang kompleks, kondisi tanah lunak, perlindungan bangunan bersejarah, hingga manajemen lalu lintas selama konstruksi”, jelasnya.
Untuk mengatasi risiko tersebut, kata dia, PT MRT Jakarta menerapkan pendekatan manajemen risiko yang terstruktur, mencakup identifikasi, analisis, respons, dan pemantauan risiko secara berkala. Berbagai strategi mitigasi risiko juga mereka terapkan, seperti akuisisi lahan sejak dini, investigasi tanah yang mendalam, serta sistem kontrak berbasis paket kerja untuk memastikan proyek berjalan sesuai target. “Di luar tantangan tersebut, MRT Jakarta memberikan dampak ekonomi dan sosial yang signifikan, termasuk peningkatan nilai properti, pengembangan hunian terjangkau, serta penciptaan lapangan kerja dalam skema TOD”, terangnya.
Membahas pengelolaan risiko dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) di bidang infrastruktur, Wahyu Utomo menyoroti pendekatan PMI Risk Management, yang mencakup empat tahapan utama yaitu identifikasi risiko, penilaian risiko, mitigasi risiko, serta kontrol dan pemantauan risiko. Ia menyebut risiko utama yang sering dihadapi dalam PSN meliputi pengadaan lahan, aspek finansial, regulasi, dampak lingkungan dan sosial, serta tantangan operasional dan konstruksi.
Untuk mengatasi risiko tersebut, pemerintah mendorong skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) serta memanfaatkan peran PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia dalam meningkatkan kelayakan kredit proyek. Iapun menyoroti beberapa proyek PSN yang berhasil mengatasi tantangan risiko, seperti SPAM Umbulan, Tol Serang–Panimbang, dan Tol Balikpapan–Samarinda. Keberhasilan proyek-proyek ini dicapai melalui koordinasi lintas instansi, penerapan early warning system, serta penjaminan pendapatan minimum. “Evaluasi keberhasilan proyek dilakukan secara berkala dengan mempertimbangkan ketepatan waktu, efisiensi anggaran, kualitas infrastruktur, serta dampak sosial-ekonomi bagi masyarakat”, ungkapnya.
Adi Prasetyo yang membahas tantangan utama dalam manajemen proyek infrastruktur skala besar mempersoalkan terkait konsep The Iron Law of Megaprojects. Menurutnya proyek-proyek besar cenderung mengalami keterlambatan serta pembengkakan biaya.
Proyek infrastruktur yang sukses, menurutnya, tidak hanya diukur dari pencapaian output fisik, tetapi juga soal manfaat dalam jangka panjang. “Dalam perencanaannya, pendekatan berbasis data dan analisis risiko mendalam menjadi kunci untuk menghindari bias perencanaan yang sering kali menyebabkan proyek gagal mencapai target”, imbuhnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Detik.com