Dr. Dewanti, M.S. selaku Sekretaris Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gadjah Mada menyatakan keberadaan infrastruktur memiliki peran sangat penting terhadap konektivitas antar wilayah. Disamping mampu berkontribusi terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi, infrastruktur berperan terhadap penyerapan tenaga kerja dan mampu mengungkit daya saing ekonomi daerah.
Meski begitu, ia mengingatkan pembangunan infrastruktur juga berdampak negatif terhadap lingkungan, dampak sosial, dan kesenjangan kesejahteraan. Bahkan ketergantungan berlebihan pada infrastruktur tertentu, semisalnya jaringan listrik yang terkadang berisiko terjadi gangguan.
“Karenanya dengan webinar ini diharapkan menjadi media diskusi para stakeholders mengenai bagaimana mengatasi kontradiksi dalam pembangunan infrastruktur sehingga lebih matang dalam perencanaan, pengelolaan yang berkelanjutan, dan keseimbangan antara manfaat dan dampak pembangunan infrastruktur dalam menciptakan interaksi keruangan di suatu wilayah,” katanya di Pustral UGM, Senin (24/6) saat membuka Webinar Jelajah Manfaat Dan Dampak Pembangunan Infrastruktur Terhadap Tata Ruang Wilayah.
Webinar yang diselenggarakan oleh Pustral UGM menghadirkan pembicara Prof. Ir. Bakti Setiawan, M.A., Ph.D. selaku Tim Ahli Pustral UGM sekaligus dosen Magister Perencanaan dan Wilayah UGM dan Kayyisa Fitri, S.Ars., M.T., Peneliti Pustral UGM selaku Moderator.
Selaku pembicara, Bakti Setiawan menyampaikan beberapa catatan terkait pengembangan infrastruktur diantaranya perlunya peninjauan kembali konsep-konsep pembangunan wilayah. Konsep atau pendekatan “growth centres” dan “trickle down effects” atau ‘pusat’ dan ‘pinggiran’ yang dinilainya sudah tidak sepenuhnya relevan dan terbukti kurang berhasil sebagaimana dapat dilihat dari tingginya disparitas wilayah.
Iapun berpendapat perlunya pemisahan sekaligus integrasi antara infrastruktur pada skala “nasional’ ‘provinsi” ‘lokal’ dan ‘komunitas’. Skala pengembangan ini menjadi isu krusial dalam koordinasi dan integrasi antar pihak baik secara horizontal maupun vertikal.
“Pendekatan dalam Undang-undang Penataan Ruang yang mendasarkan pada struktur dan pola ruang yang hierarkis perlu dicek efektifnya sebagaimana terwujud dalam Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL), begitu pula konsep Sub Wilayah Perencanaan (SWP) yang digarap oleh Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW),” katanya.
Menurutnya beberapa perkembangan mutakhir perlu diantisipasi, diantaranya globalisasi, free trade yang berimplikasi aliran kapital yang begitu cair, serta percepatan teknologi informasi yang berimplikasi pada bertambah pendeknya jarak dan waktu. Pendekatan Pengembangan Ekonomi Lokal/PEL akan lebih pas jika dirangkaikan dengan konsep pengembangan wilayah, berbasis tata ruang yang makro dan komprehensif.
“Selain itu perlu dikaji dan dikembangkan ide ide ‘regional development corridor’ yang digabung dengan pendekatan Local Economic Development (LED). Untuk itu, inisiatif dan inovasi lokal menjadi lebih krusial,” ungkapnya.
Dibagian akhir pembahasan, iapun menyampaikan infrastruktur merupakan ‘means goals’ dari satu ‘end goals’ tertentu. Infrastruktur mempunyai dua sisi, yaitu pertumbuhan dan layanan dasar/pemerataan.
Isu besar yang perlu diperhatikan, menurutnya adalah koordinasi dan sinergi antar berbagai sektor/pemangku kepentingan, sehingga diperlukan satu kerangka kelembagaan yang kuat. Tata ruang harus dan dapat menjadi media koordinasi dan sinergi untuk memastikan bahwa investasi infrastruktur dapat memicu perkembangan dan pemerataan wilayah.
“Terlebih lagi, perlu dikembangkan model model pengembangan wilayah baru, termasul Local Economic Resources Development (LERD) dan Regional Corridor Development, dengan kerangka besar sustainability. Selain itu perlu skema skema pembiayaan yang inovatif seperti Private Finance Initiative (PFI), Public Private Partnership (PPP) atau Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), Land Value Capture (LVC) untuk mendorong perencanaan tata ruang yang aktif,” pungkasnya.
Webinar dihadiri oleh 469 peserta dari berbagai pihak yaitu Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Akademisi, Asosiasi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), konsultan/professional dan Media Massa.
Penulis: Agung Nugroho
Foto: Memorandum.id