
Lonjakan kenaikan arus mudik merupakan masalah yang tak bisa dihindari setiap memasuki musim libur panjang dan hari raya. Terlebih saat menjelang lebaran, kepadatan yang merayap di jalanan menjadi pemandangan yang lazim bagi para pemudik. Pemerintah kembali melanjutkan Paket Ekonomi Stimulus untuk Ramadhan-Lebaran 2025, yang sebelumnya sudah berjalan pada Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 lalu. Presiden RI Prabowo Subianto pada Senin (17/2) lalu di Istana Negara, memberikan stimulus mencakup diskon tiket harga pesawat, diskon tarif tol, program diskon belanja, program pariwisata mudik lebaran, dan stabilitas harga pangan.
Menanggapi hal tersebut, Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM, Dr. Ir. Dewanti, M.S menyambut baik program stimulus ekonomi dari pemerintah tersebut, menurutnya kebijakan ini akan membuat beban-beban masyarakat berkurang. “Diharapkan dengan adanya stimulus itu tentunya dapat membantu masyarakat yang pengeluarannya cukup banyak untuk mendapatkan akses lebih besar terhadap tarif pesawat maupun juga tarif tol,” ucapnya Senin (24/2).
Pada program stimulus tahun sebelumnya, pemerintah telah berhasil melaksanakan stimulus dengan memberikan penambahan fasilitas dan kapasitas transportasi di berbagai jalur, seperti darat, udara, dan juga laut. Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan berhasil menyediakan program mudik gratis dengan total 38.772 penumpang dan 2.320 sepeda motor; 88 unit bus dengan 11 rute tujuan dari Jakarta ke kota-kota tujuan seperti Solo, Jogja, Surabaya, dan lainnya; juga adanya penurunan tiket pesawat sampai 10%.
Meski demikian, Dewanti pun menilai bahwa pemerintah harus memperhatikan implikasi-implikasi dari adanya kebijakan ini tak hanya dari sisi positif dan negatifnya, termasuk juga efek-efek domino yang mungkin akan terjadi sebagai akibat dari kebijakan ini. Ia mewanti-wanti pemerintah untuk menyiapkan kemungkinan adanya lonjakan pemudik sampai berkali-kali kali lipat daripada periode Natan dan Tahun Baru. “Kalau kita cermati itu jumlah angkutan saat lebaran itu lebih banyak, misalnya mungkin tiga kali lipat dari pergerakan Nataru. Nah, ini tentunya perlu antisipasi lebih,” ingatnya.
Selain potensi lonjakan jumlah pemudik, ia pun menambahkan pemerintah perlu memikirkan betul-betul infrastruktur pendamping seperti jalan tol, lalu juga fasilitas-fasilitas lain seperti rest area dan juga ruang tunggu yang layak, serta adanya penggunaan angkutan pribadi maupun umum yang nantinya akan dipilih oleh para calon pemudik. “Harapannya banyak yang mau menggunakan angkutan umum sehingga mengurangi penggunaan angkutan pribadi,” jelasnya.
Diskon tarif tol ini menurut Dewanti bisa memberikan kemungkinan meningkatnya pengguna jalan tol, yang bisa berdampak kepada memadatnya pengguna jalanan biasa saat keluar dari jalan tol. Oleh karena itu diperlukan antisipasi untuk menghindari berbagai kemungkinan kemacetan dan juga kecelakaan yang dapat terjadi. “Hal ini dapat mengurangi tingkat kemacetan dan juga tingkat kecelakaan,” ujarnya.
Dewanti pun menambahkan bahwa perlu adanya koordinasi pemerintah dengan masyarakat, seperti pihak operator dan juga maskapai dan juga kemerataan dari program ini, dalam artian hanya beberapa daerah atau maskapai saja yang diberlakukan program ini. “Apakah dengan penurunan tarif itu bagaimana dampak terhadap operator? Jangan sampai begini, dengan penurunan itu ada aspek-aspek yang dikorbankan bagi konsumen. Jangan sampai nanti misalnya penyamanannya dikurangi atau mungkin juga keselamatannya ini agak berkurang, ini tentunya harus dijaga,” ujarnya.
Selain itu, kemampuan pemerintah menyediakan anggaran juga patut diperhitungkan matang. Misalnya dalam memberikan subsidi khususnya untuk angkutan umum, hal tersebut harus sampai di tangan masyarakat agar mereka dapat mendapatkan mudahan dan juga tarif yang lebih terjangkau, sehingga nanti tidak terjadi komplain atau pun permasalahan lebih lanjut yang mungkin terjadi di masyarakat. “Perlu ada suatu perencanaan yang jelas yang matang ya, dan itu perlu diinformasikan ke masyarakat ya, secara luas. Lebih awal itu lebih bagus ya, sehingga tidak menimbulkan kegaduhan,” pesannya.
Ia mengusulkan agar pemerintah membuat kebijakan untuk meminimalisir macet jelang lebaran. Pemerintah perlu belajar dari pengalaman dalam penanganan mudik lebaran tahun-tahun sebelumnya. Koordinasi pemerintah dengan pihak-pihak terkait dapat melancarkan arus mudik lebaran dan meminimalisir kecelakaan maupun insiden yang parah. Bahkan Dewanti memuji rencana pemerintah menerapkan WFA (work from anywhere) menjelang libur panjang. Hal tersebut dinilai dapat memecah kepadatan mudik dalam waktu yang lebih panjang. “Saya kira pemerintah ini masih punya waktu ya, ini sampai nanti menjelang lebaran, paling tidak kira-kira satu bulan untuk mempersiapkan segala sesuatunya dan mestinya juga antisipasi itu menjadi lebih penting dan juga bagaimana melibatkan berbagai pihak,” tutupnya.
Penulis : Leony
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Disway.id