apt. Dimas Adhi Pradana, S.Farm., M.Sc, dosen Jurusan Farmasi, Fakultas MIPA Universitas Islam Indonesia, dinyatakan lulus Program Doktor dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM. Dia dinyatakan lulus setelah berhasil menjalani ujian terbuka dengan mempertahankan disertasi Pengaruh Variasi Genetik SLC22A1 rs628031 Terhadap Farmakokinetik/Farmakodinamik Metformin Berbasis Populasi: Kajian Indirect Response Model Pada Pasien Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 Suku Jawa.
Dalam disertasinya, Dimas Adhi Pradana mengungkap persoalan banyaknya pasien tidak memperoleh efek terapi yang optimal pada awal penggunaan metformin sebagai monoterapi DM tipe 2. Berdasar beberapa studi yang ia pelajari dirinya mendapati laporan bahwa obat tersebut tidak bekerja secara optimal pada sebagian pasien.
“Sekitar 40 persen pasien tidak mencapai target terapi setelah 3 bulan memperoleh pengobatan metformin. Beberapa faktor berpengaruh terjadinya perbedaan respons terapi metformin diantaranya variasi genetik pada transporter, body mass index (BMI), fungsi ginjal, usia, jenis kelamin, ketaatan minum obat, diet nutrisi, dan olahraga,” ujarnya di FKKMK UGM, Jumat (8/12).
Dimas menjelaskan variasi genetik pada organic cation transporter 1 (OCT1) merupakan salah satu penyebab terjadinya perbedaan respons terapi metformin. OCT1, disebutnya, merupakan transporter utama metformin yang banyak terekspresi di hati yaitu terletak di membran sinusoidal hepatosit dan membran plasma kolangiosit.
OCT1 ini juga terdapat pada ileum yaitu pada membran lateral enterosit, dan juga pada sisi domain apikal dan subapikal dari tubulus proksimal dan distal di ginjal. Variasi genetik yang terjadi pada gen Solute Carrier Family 22A1(SLC22A1) yang mengkode OCT1 akan mengurangi fungsinya sebagai transporter metformin untuk memasuki sirkulasi sistemik dari enterosit dan memasuki hepatosit.
Oleh karena itu, tujuan umum dari penelitian yang ia lakukan mempelajari pengaruh variasi genetik dari gen SLC22A1 rs628031 sebagai penyandi transporter OCT1 terhadap FK/FD metformin berbasis populasi serta respons terapi metformin setelah 12 minggu follow up. Hal tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran hubungan antara farmakogenetik dengan FK/FD metformin sehingga dapat menjelaskan terjadinya variabilitas respon terapi metformin berdasarkan pendekatan FK/FD.
“Sedangkan secara khusus penelitian ini ingin mengetahui hasil distribusi frekuensi variasi gen SLC22A1 rs628031 A>G (Met408Val) pada pasien DM tipe 2 suku Jawa dengan monoterapi metformin,” terangnya.
Dimas memaparkan studi ini melibatkan 123 responden pasien DM tipe 2 yang baru terdiagnosis dan memperoleh monoterapi metformin 2×500 mg. Dia berharap disertasi dapat bermanfaat dalam pengembangan bidang farmakogenomik, farmakokinetik dan farmakodinamik metformin sehingga dapat menjadi salah satu referensi dalam upaya optimalisasi terapi pada pasien DM tipe 2 di Indonesia.
Meski begitu, Dimas mengakui masih diperlukan penelitian pada gen penyandi tranporter metformin yang lain sehingga akan diperoleh gambaran farmakogenomik metformin secara lebih lengkap pada masyarakat suku Jawa. Perlu juga dilakukan pengembangan penelitian dengan yang berfokus pada efektivitas terapi metformin pada pasien yang mengalami resistensi insulin.
Penulis : Agung Nugroho