Staf pengajar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM, dan dokter spesialis THT-BKL di Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada (RSA UGM), Dr. dr. Anton Sony Wibowo, Sp.T.H.T.K.L., M.Sc., FICS dinyatakan berhasil meraih gelar doktor melalui ujian terbuka yang dilaksanakan di FKKMK UGM, Senin (10/11). Mempertahankan desertasi berjudul Ekspresi mRNA PTEN dan EBER pada Saliva sebagai Biomarker Potensial untuk Mendeteksi Karsinoma Nasofaring, Anton Sony Wibowo dalam ujiannya dinyatakan lulus dengan menyandang predikat cumlaude.
Dalam desertasinya, ia mengatakan kanker nasofaring merupakan suatu keganasan yang memiliki karakteristik epidemiologi unik, dengan insiden yang bervariasi. Kanker ini memiliki angka kesakitan dan kematian yang besar di Indonesia, dan secara global angka kejadian Kanker Nasofaring (KNF) di tahun 2019 mencapai 176.500 kasus. “Di Indonesia menjadi negara dengan tingkat kematian tertinggi ketiga akibat kanker nasofaring yang mencapai 3.220 kematian di tahun 2019,” ujarnya.
Anton menjelaskan tidak mudah mendeteksi karsinoma, dan untuk mendiagnosisnya menuntut sejumlah tindakan yang relatif invasif dan kompleks. Bahkan beberapa kejadian memperlihatkan sebagian besar pasien dinyatakan terdiagnosis KNF sudah pada fase lanjut, dan hasil pengobatan yang diperoleh tidak maksimal. “Melalui penelitian, desertasi ini menawarkan penggunaan saliva untuk analisis biomarker agar dapat memprediksi diagnosis pada tahap awal. Saliva ini merupakan salah satu cairan tubuh yang mengandung materi genetik, seperti RNA yang dapat digunakan untuk mendeteksi karsinoma. Saliva memiliki potensi untuk deteksi karsinoma secara non invasif dan sederhana. PTEN dan EBER yang terdapat pada saliva memiliki potensi untuk deteksi karsinoma nasofaring,” jelasnya.
Didampingi promotor, Dr.dr. Sagung Rai Indrasari, Sp.T.H.T.B.K.L., Subsp.Onk(K).,M.Kes.,FICS, dan Dr.dr. Camelia Herdini, Sp.T.H.T.B.K.L., Subsp.Onk(K).,M.Kes.,FICS selaku Ko-promotor, Anton mengungkapkan dari penelitiannya ditemukan variabel ekspresi relatif PTEN dan EBER yang diisolasi dari saliva berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian karsinoma nasofaring. Variabel usia dan jenis kelamin secara statistik tidak berpengaruh signifikan. “Ekspresi PTEN yang lebih rendah secara signifikan menurunkan peluang terjadinya karsinoma nasofaring. Sementara peningkatan ekspresi EBER secara signifikan meningkatkan risiko karsinoma nasofaring,” ungkapnya.
Diakhir ujian, Anton mengakui terdapat keterbatasan terhadap penelitian yang ia lakukan seperti distribusi stadium klinis yang tidak merata pada masing-masing stadium klinis. Karsinoma kepala leher yang menjadi pembanding pada penelitian inipun, disebutnya, memiliki variasi diagnosis yang cukup luas. “Pemeriksaan ekspresi mRNA pada saliva sebagai sarana deteksi dan skrining dini masih terbatas pada laboratorium khusus, belum tersedia luas di masyarakat, karenanya masih diperlukan studi lanjutan di masa mendatang,” ucapnya.
Penulis: Jelita Agustine
Editor : Agung Nugroho
