
Pengakuan dari pemimpin negara Australia, Inggris, Kanada dan Portugal atas negara Palestina, disusul oleh Perancis dan sejumlah negara lainnya menjadi titik terang atas ide solusi dua negara (two-state solution). Saat ini, lebih dari 150 dari 193 negara anggota PBB telah mengakui Palestina. Artinya, pengakuan itu diberikan oleh lebih dari tiga perempat negara anggota PBB. Sebelumnya, two-state solution sudah dimunculkan akan tetapi tidak ada implementasi yang serius.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Drs. Muhadi Sugiono, MA., menyebutkan bahwa two-state solution merupakan ide yang matang namun dalam implementasinya tidak berjalan dengan baik. Muhadi mengungkapkan dengan adanya pengakuan yang diberikan, negara-negara tersebut menjalin hubungan diplomatik resmi dengan Otoritas Palestina. “Mengakui sebuah negara itu merupakan salah, pengakuan terhadap sebuah negara itu merupakan salah satu unsur penting dalam hukum internasional terkait dengan berdirinya negara,” ujarnya, Jumat (26/9).
Mengacu pada Konvensi Montevideo 1933, ada empat kriteria dan definisi standar sebuah negara: populasi permanen, batas-batas teritorial yang jelas, pemerintah, dan kemampuan menjalin hubungan atau kerja sama dengan negara lain. “Pengakuan resmi bisa diberikan jika kriteria-kriteria itu dipenuhi oleh negara yang akan berdiri,” paparnya.
Pengakuan dari negara barat dan Eropa ini menurut Muhadi memberikan kesempatan bagi Palestina untuk mendaftarkan diri sebagai full member of the United Nations. “Dengan menjadi full member of the United Nations, maka semua hak dan semua kewajiban itu kemudian bisa dikatakan dengan negara yang baru itu”, tambahnya. Begitupun dengan posisi Palestina di forum-forum internasional seperti PBB.
Disampaikan juga Amerika Serikat sebagai negara yang memberikan dukungan terhadap Israel saat ini perlahan mulai melunak dengan adanya upaya mengumpulkan negara-negara Islam beberapa waktu lalu termasuk Indonesia. Dalam pertemuan diajukan proposal yang salah satunya terkait siapa yang akan mengisi wilayah konflik ini apabila diberikan pengakuan dan Israel harus menarik diri dari wilayah itu. “Nah artinya kalau dilihat dari sisi ini, Amerika sendiri sebenarnya sudah mulai gusar ya, dengan sikapnya itu dan dia mulai galau, mulai ragu-ragu dengan sikapnya itu”, ungkap Muhadi.
Adanya pengakuan ini bukanlah pernyataan simbolik semata, terdapat konsekuensi legal di dalamnya. Dengan bergabungnya Palestina menjadi anggota PBB otomatis negara ini juga masuk ke dalam program PBB termasuk state building.
Meski demikian, imbuhnya, permasalahan lain yang perlu dibahas adalah bagaimana menghadapi kelompok-kelompok bersenjata seperti Hamas akankah diikutsertakan di dalam proses-prose penyiapan negara Palestina. Dosen Ilmu Hubungan Internasional ini mengatakan adanya pengakuan ini kemungkinan besar akan mengubah konstelasi negara Palestina.
Disampaikan oleh Muhadi skenario paling realistis kedepannya apabila pengakuan ini sudah diperoleh dan Palestina mulai terintegrasi dengan sistem Internasional adalah Palestina perlu memastikan bahwa sebagai negara Palestina memiliki kontrol atas wilayahnya termasuk kelompok-kelompok yang ada di wilayah itu. “Memang ada pemerintah pendudukan Palestina itu, tetapi kan kemudian ada kelompok-kelompok yang berjuang sendiri termasuk Hamas dan sebagainya. Bagaimana kelompok-kelompok itu kemudian bisa bersatu, disatukan dalam sebuah institusi yang namanya negara Palestina”, pungkasnya.
Penulis : Jelita Agustine
Editor : Gusti Grehenson
Foto : AFP