Menjelang pelantikan presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober 2024 mendatang, publik gencar mempertanyakan bentuk kabinet Prabowo-Gibran nantinya. Rancangan kabinet zaken tanpa membagi-bagi jabatan pada partai politik nampaknya masih belum terlihat dalam isu bentukan kabinet Prabowo-Gibran.
Sosiolog sekaligus pakar komunikasi politik UGM, Kuskridho Ambardi, MA, Ph.D., menilai besar kecilnya komposisi menteri di kabinet akan berpengaruh pada jalannya pemerintahan. Maka sah-sah saja jika Prabowo ingin membentuk kabinet yang “gemuk” selama tetap bekerja secara efektif untuk kesejahteraan masyarakat. “Tapi saya melihat Pak Prabowo ini berfokus membentuk batalyon yang besar dan disiplin. Jadi saya kira kesejahteraan rakyat itu belum terlihat dalam pertimbangan Pak Prabowo,” ucap Kuskridho Ambardi atau akrab disapa Dodi dalam Diskusi Pojok Bulaksumur UGM yang bertajuk “Jelang Pelantikan Presiden, Pesan Pemerintah, dan Cara Pandang Universitas kepada Pemerintahan Ke Depan” di halaman selasar barat Gedung Pusat UGM, Rabu (25/9).
Pola komposisi kabinet “gemuk”, kata Dodi, dikhawatirkan akan menghasilkan pemerintahan yang terlalu banyak kepentingan dan lambat dalam bekerja. Apalagi jika jumlah kementerian dan badan pemerintah ditambah, akan memerlukan lebih banyak anggaran hanya untuk melaksanakan program pemerintah.
Dodi berpendapat, besar kemungkinan pemerintahan Prabowo cenderung melanjutkan kepemimpinan Jokowi, namun ada perbedaan ciri khas yang ditunjukkan dari sikap Prabowo di media selama ini. “Saya melihat pak prabowo itu suka dengan ‘Kemegahan’. Beliau memiliki latar belakang militer, dan saya kira ini nanti ada implikasinya dengan cara beliau memimpin,” tutur Dodi.
Ia mengutip pernyataan-pernyataan Prabowo tentang rencana program kerja yang dicetuskan selama berkampanye. Menurutnya, Prabowo akan berfokus memperkuat pengaruh Indonesia di ranah internasional, ketahanan, dan kemandirian. Adapun kemandirian dalam hal ini dapat berupa kemandirian ekonomi, pangan, dan ketahanan.
Sedangkan dari segi partisipasi masyarakat, Dodi memprediksi akan adanya penurunan dibanding masa pemerintahan Jokowi selama sepuluh tahun terakhir. “Pak Prabowo pernah berkata akan berguru langsung dengan Pak Jokowi, tidak dengan pakar atau expert. Mungkin beliau membentuk pemerintahan ini bukan dalam dialog, tapi barisan,” tambahnya.
Bagi Dodi, sistem pemerintahan tersebut sangat sesuai dengan latar belakang militer Prabowo, namun memiliki banyak kekurangan jika diimplementasikan di pemerintah.
Sementara pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukun UGM, Dr. Yance Arizona menyoroti langkah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) baru saja mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang Kementerian Negara. Keputusan tersebut mengubah beberapa ketentuan, termasuk dihapuskannya batasnya jumlah kementerian. Yance menyayangkan peran badan legislatif yang justru menjadi alat kepentingan bagi pemerintah eksekutif. Sebab, tabiat ini sudah dibentuk sejak pemerintahan Jokowi berlangsung, ketika banyak petinggi partai yang diangkat menjadi menteri.
“Kalau kita melihat pembentukan UU di masa transisi ini, undang-undangnya tentang kepentingan eksekutif tapi munculnya dari DPR. Jadi dia bukan lagi lembaga mandiri untuk kepentingan rakyat, tapi sudah bisa dititipkan oleh kekuasaan eksekutif,” terang Yance.
Yance berharap kabinet Prabowo tidak mengulang sistem yang sama dan mengembalikan fungsi badan pemerintahan sebagaimana mestinya.
Melihat selama ini kontrol DPR yang kurang maksimal dalam mengawasi kinerja pemerintah, Yance menilai kampus sebagai pusat pendidikan dan pakar menjadi salah satu agen penting dalam mengawal pemerintahan selanjutnya. Menurutnya, seluruh Perguruan Tinggi diharapkan bisa menyatakan keberpihakannya pada kepentingan rakyat dengan mengkaji kebijakan yang dibuat pemerintah. “Menurut saya panggilan ke depan akademisi itu tidak boleh netral, harus berpihak pada kepentingan publik. Begitupun dengan mengkritik, harus membuat model kritik yang ‘bising’ agar didengar,” tambahnya.
Meski belum resmi dilantik, katanya, kepemimpinan Prabowo-Gibran tentunya sangat dinantikan mengingat banyaknya kontroversi yang muncul selama proses pemilihan maupun transisi pemerintahan. Bagaimanapun bentuk kabinet dan sistem pemerintahannya nanti, diharapkan mampu menempatkan kepentingan publik sebagai prioritas utama.
Penulis : Tasya
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Firsto