Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) RI melaporkan sebanyak 208.000 siswa serta 19.000 guru dan tenaga kependidikan turut terdampak dari bencana yang terjadi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Melihat hal ini, Kemendikdasmen berupaya untuk melakukan pemulihan pendidikan di wilayah terdampak bencana banjir.
Pakar psikologi kebencanaan UGM, Diana Setiyawati, S.Psi., MHSc., Ph.D., Psikolog, menilai bahwa program ini merupakan langkah yang bagus dan empatik, namun tetap harus dibarengi dengan upaya dukungan psikososial untuk mengembalikan anak-anak ke dalam pemenuhan kebutuhan dasar. “Anak-anak bisa merasakan kembali belajar dan bersekolah itu adalah sesuatu yang harus sangat perlu diupayakan,” ujar Diana, kamis (11/12).
Lebih lanjut, Diana mengatakan, faktor resiko yang paling berpengaruh terhadap para penyintas adalah ketika siswa terlalu lama berada dalam situasi yang tidak menentu seperti di barak pengungsian atau di tempat tinggal yang tidak tetap. Menurutnya, kondisi darurat ini menjadi faktor akan sangat beresiko untuk kesejahteraan mereka. “Jadi memang perlu upaya kita bersama untuk mengembalikan mereka pada rutinitas dan pemenuhan kebutuhan dasar itu pendukung utama banget untuk well-being para penyintas,” jelas Diana.
Dari Tim Psikologi UGM sendiri, ungkap Diana, saat ini tengah menjalankan dukungan kepada para relawan yang sedang melakukan aktivitas untuk anak-anak dengan menyediakan friendly safe space. Hal ini dilakukan untuk anak-anak agar mereka bisa kembali nyaman dan beraktivitas. Untuk jangka panjang, yang akan dilakukan adalah dengan memetakan daerah mana saja yang dampak psikologisnya paling besar. “Pemetaan ini meliputi dimana saja sekolah yang rusak, makanan tidak memadai, serta daerah dengan kematian terbanyak yang menimbulkan beban psikis paling besar,” ungkapnya.
Diana merekomendasikan untuk dilakukan pemenuhan kebutuhan melalui dukungan psikososial. Menurutnya, layanan ini ditujukan bagi individu dengan kondisi subclinical, yakni mereka yang sebenarnya tidak mengalami gangguan jiwa, tetapi menghadapi kesulitan, kesedihan mendalam, atau kendala untuk kembali berfungsi seperti biasa. “Kami akan membuat program untuk memperkuat kesehatan mental di sekolah, di keluarga, di Primary Health Care untuk mengantisipasi dampak-dampak yang muncul di jangka panjang dan menengah,” pungkas Diana.
Penulis : Lintang Andwyna
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Antara
