Universitas Gadjah Mada kini telah memiliki rumah ibadah enam agama di lingkungan kampus. Di samping Masjid Kampus dan Mardliyyah Islamic Center yang telah lebih dulu dibangun, Rektor UGM telah meresmikan kompleks fasilitas kerohanian yang di dalamnya terdapat dua bangunan gereja, masing-masing untuk kegiatan kerohanian agama Katolik dan Kristen Protestan, wihara untuk peribadatan agama Buddha, kelenteng untuk peribadatan agama Konghucu, serta pura untuk peribadatan agama Hindu.
Fasilitas kerohanian dibangun untuk mewadahi kegiatan-kegiatan kerohanian bagi sivitas UGM yang terdiri dari dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa. Kompleks ini diresmikan Rektor dan Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) UGM, Selasa (19/12) bertepatan dengan peringatan Dies Natalis ke-74 UGM.
“Di UGM sendiri salah satu karakter yang kita bangun adalah inklusivitas. Kita memang heterogen, sehingga itu harus diwadahi termasuk dalam hal keberagamaan,” tutur Rektor UGM, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG(K)., Ph.D.
Fasilitas kerohanian ini berlokasi di Jl. Podocarpus, Sendowo, berdekatan dengan salah satu asrama mahasiswa UGM. Fasilitas tersebut berdiri pada lahan seluas 5.994 M2, di dalamnya termasuk area terbuka hijau, plaza, serta area parkir.
Masing-masing bangunan peribadatan didesain menggunakan ciri dari masing-masing agama. Dua gereja yang telah berdiri masing-masing mampu menampung hingga 100 orang. Pura mampu menampung 50 orang, sedangkan wihara dan kelenteng masing-masing dapat menampung sekitar 40 orang.
Inisiasi Pembangunan fasilitas ini dimulai pada tahun 2020, pada kepemimpinan rektor sebelumnya, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., IPU., ASEAN.Eng. Peletakan batu pertama dilakukan pada 21 Mei 2022 di akhir masa kepemimpinannya, sementara proses pembangunan dimulai pada tanggal 24 Januari 2023 di bawah kepemimpinan rektor saat ini.
“Ini akan menjadi tempat bagi sivitas untuk berdiskusi dan mempraktikkan ibadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing,” imbuh Rektor.
Bangunan wihara, kelenteng, dan pura telah selesai dibangun pada tanggal 19 November lalu, sedangkan gereja dan fasilitas pendukungnya diselesaikan pada tanggal 16 Desember. Pembiayaan pembangunan fasilitas tersebut menggunakan dana masyarakat sejumlah Rp25 Miliar.
Ketua MWA UGM, Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc., menerangkan makna penting fasilitas ini, yang sejalan dengan jati diri dan semangat UGM. “Terima kasih atas kerja keras sehingga ini bisa terwujud, sebuah kebanggaan yang luar biasa. Kalau di GIK kita menjulang tinggi, di sinilah kita mengakar kuat. Sejak awal mahasiswa masuk ke sini sudah terekspose dengan keberagaman, ini akan menjadi modal besar bagi Indonesia ke depan,” tuturnya.
Pratikno berharap, komunitas keagamaan di lingkup UGM dapat menghidupkan fasilitas ini dengan kegiatan-kegiatan yang bermakna. Ia juga berharap inisiatif ini dapat menginspirasi institusi pendidikan lainnya untuk ikut mewadahi para sivitas dalam menekuni kegiatan keagamaan sekaligus merayakan keberagaman.
“Kita bisa mendorong kebinekaan dari UGM. Harapannya ini terus diperluas di universitas lain, sehingga kesadaran akan perbedaan tetapi tetap bersatu menguat di antara anak muda kita,” tambahnya.
Penulis: Gloria
Fotografer: Donnie, Firsto