Sepasang suami istri dikukuhkan Guru Besar Universitas Gadjah Mada secara bersama pada Selasa (23/4), di ruang Balai Senat, Gedung Pusat UGM. Pasangan suami istri ini adalah Prof. Dr. Tata Wijayanta, S.H., M. Hum., dari Fakultas Hukum dan Prof. Dr. Ir. Sri Rahayu, M.P.,dari Fakultas Kehutanan UGM dikukuhkan bersama tepat di hari ulang tahun sang istri yang ke-59.
Prof Tata mendapat kesempatan pertama menyampaikan pidato pengukuhan yang berjudul Balai Harta Peninggalan sebagai Kurator Publik dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Kepailitan: Peluang dan Tantangan.
Di ujung pidato pengukuhannya, Prof. Tata mengatakan meraih jabatan Guru Besar merupakan proses yang panjang. Jabatan ini bukan hanya capaian akademik, namun juga refleksi atas perjuangan yang tidak terwujud tanpa bantuan dan pengorbanan banyak pihak, termasuk dari dukungan istrinya.
Prof. Tata mengaku, ia harus menunggu selama 10 tahun untuk dapat dikukuhkan menjadi Guru Besar bersama sang istri. Meski selama kurun waktu itu, pihak Dekanat selalu mengingatkan dirinya untuk segera melaksanakan pidato pengukuhan. Namun ia tetap kukuh dan bersabar seraya menunggu sampai istrinya mendapat gelar Profesor. “Saya bersyukur, pada hari ini pidato pengukuhan Guru Besar ini dapat saya lakukan,” jelasnya.
Kepada sang istri, Prof Tata menyampaikan ucapan terima kasih karena selalu memberikan dukungan moril dengan pengorbanan tenaga, waktu, dan biaya sehingga ia bisa mendapat gelar Guru Besar. Namun di kesempatan itu, Prof. Tata juga sempat menyampaikan ucapan selamat ulang tahun pada istri tercintanya. “Tentunya secara khusus juga saya ucapkan pada momen yang sangat berbahagia ini, Selamat Ulang Tahun, sehat, sukses, dan selalu bermanfaat bagi sesamanya,” ucapnya.
Selanjutnya, pada pidato pengukuhan Prof. Sri Rahayu menyampaikan pidato pengukuhan tentang peran patologi hutan di tengah perubahan iklim global. Menurut Sri, terdapat ratusan jenis patogen yang berinteraksi dengan ekosistem hutan tanaman. Namun adanya perbedaan tingkat pengetahuan tentang fisiologi, siklus hidup dan iklim yang mendukung perkembangan patogen sehingga menjadi tantangan bagi para ahli penyakit hutan. Sementara daftar spesies patogen secara khusus telah ditangani oleh para peneliti jumlahnya masih sangat sedikit. “Perubahan iklim global akan terus terjadi termasuk juga di Indonesia, maka risiko akan terjadi outbreak penyakit hutan semakin meningkat potensinya. Permasalahan ini sangat kompleks dan perlu ditangani secara bersama-sama dengan melibatkan berbagai pihak terkait,” katanya.
Di akhir pidatonya, Prof. Sri Rahayu tidak lupa juga menyampaikan ungkapan rasa terima kasih dan perasaan cintanya pada sang suami atas dukungan yang telah diberikan dengan berjuang bersama-sama dari awal. “Terima kasih selalu memberikan doa dukungan dan kasih sayang dan cintanya selama ini. Sehingga saya berada pada tahap pencapaian ini. Semoga kita menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah dan selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa,” pungkasnya.
Penulis: Gusti Grehenson
Foto: Firsto