Indonesia masih kekurangan dokter spesialis. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengungkapkan bahwa berdasarkan data IDI pada Desember 2023, Indonesia baru memiliki 47.454 dokter spesialis dengan rasio 0,17 per 1.000 penduduk. Padahal, idealnya membutuhkan sekitar 78 ribu dokter jika mengacu pada jumlah penduduk RI yang sebesar 280 juta jiwa.
Dr. dr. Aditya Darmasurya selaku Analis Kebijakan untuk Pembiayaan Manfaat Kesehatan Primer, Deputi Kebijakan Jaminan Manfaat BPJS Kesehatan, mengatakan berbagai daerah di luar Jawa membutuhkan banyak dokter spesialis guna memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan. “Kita saat ini sedang ada kekurangan dokter spesialis,” ungkap Aditya International Symposium on Congenital Anomaly and Developmental Biology (ISCADB) yang ke-5 yang diselenggarakan Fakultas Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan(FKKMK) UGM, Jumat (15/11) di Ballroom Hotel Eastparc.
Kurangnya dokter spesialis di Indonesia, Aditya mendorong dukungan yang lebih besar dan juga pembuatan kebijakan yang mendukung dokter layanan primer. Dokter layanan primer merupakan dokter umum yang sudah mendapatkan pendidikan dan kompetensi lanjutan. Langkah ini diambil supaya penanganan anomali kongenital bisa terlaksana secara lebih baik dan maksimal. “Kami melihat adanya kebutuhan untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan. Bahwa memang iya, saat ini terdapat kekurangan dokter spesialis di seluruh Indonesia, namun kita juga mengetahui bahwa dokter layanan prima memiliki peran yang penting dalam menjaga ketahanan dari program asuransi kesehatan nasional kami,” katanya.
Menurutnya, kebijakan yang lebih komprehensif yang tidak hanya berfokus pada suatu aspek, tapi juga di aspek persediaan, dan juga penanganan anomali kongenital sangatlah dibutuhkan untuk untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan. Aditya mendorong dukungan yang lebih besar dan juga pembuatan kebijakan yang mendukung dokter layanan primer.
Direktur Pendayagunaan Tenaga Kesehatan, Kemenkes RI, Anna Kurniati, SKM, MA. PhD, mengatakan kolegium atau college memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dalam bidang penanganan anomali kongenital atau kelainan bawaan pada janin atau sejak lahir. Pasalanya, setiap kolegium memiliki peran yang penting dalam mendukung transformasi kesehatan. Ada beberapa tugas yang wajib dijalankan oleh kolegium untuk mengembankan standar kompetensi dan juga standar pelatihan dan membuat persiapan standar nasional untuk tenaga medis.
Ia menerangkan Kemenkes RI akan berkolaborasi dengan LPDP Kemenkeu untuk mengadakan program beasiswa yang diharapkan dapat meningkatkan jumlah dokter bedah anak di Indonesia.“Kami mengadakan kolaborasi dengan LPDP untuk mengadakan program beasiswa dengan harapan untuk meningkatkan ketersediaan dan penyebaran spesialis dan subspesialis, termasuk utamanya dokter bedah anak,” paparnya.
Sementara Guru Besar FK-KMK UGM Prof. dr. Gunadi, Ph.D, Sp.BA., Subsp.D.A(K)., mengatakan kegiatan ISCADB yang ke-5 ini para pakar akan membahas berbagai isu terkait kelainan kongenital atau kelainan bawaan lahir yang diderita oleh pasien. Beberapa pembicara diantaranya Professor Motoshi Wada dari Tohoku University, Iren dari Precise Singapore, Professor Keita Terui dari Jichi Medical University, Professor Loh dari Universiti Putra Malaysia.
Penulis : Hanif
Editor : Gusti Grehenson