Berbagai riset menunjukkan bahwa setiap manusia itu selalu berkeinginan untuk membantu orang lain. Namun modal untuk membantu sesama tidak harus menunggu tersedianya uang terlebih dahulu. Yang terpenting adalah kesediaan waktu dan keinginan. Selama kedua hal itu ada, sebuah usaha akan berjalan. “Selama ada keinginan untuk menolong dan membantu, program tersebut dapat terus ada. Banyak riset yang menunjukan bahwa manusia itu berkeinginan untuk membantu orang lain,” kata Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Dr. Rimawan Pradiptyo dalam diskusi Global Summer Camp (GSW) di FEB UGM pada hari rabu (17/7).
Rimawan menceritakan pengalaman dirinya dalam membangun berbagai komunitas masyarakat di DIY melalui aplikasi pesan Whatsapp group untuk mengatasi masalah-masalah sosial di masyarakat. Ia menjelaskan tentang komunitas Sonjo yang merupakan kependekan dari kata Sambatan Jogja. Sonjo awalnya merupakan gerakan kemanusiaan untuk meminimalisir dampak dari COVID-19 di Yogyakarta.
Komunitas kini terus berkembang dan tujuannya membantu banyak orang di Yogyakarta menghadapi kondisi sulit dan genting. “Sonjo sudah memiliki lebih dari 2300 anggota dan 30 grup Whatsapp. Banyak orang dapat saling membantu di bidang kesehatan dan ekonomi selama ini bahkan tanpa pernah bertemu sebelumnya,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa Sonjo juga turut serta membantu permasalahan sampah di sekitaran Yogyakarta pada sekitar bulan Juli 2023. “Bagaimana caranya kita bekerja sama dengan orang yang belum pernah kita temui sebelumnya,” ujarnya.
Program summer course yang merupakan hasil kerja sama Universitas Gadjah Mada bersama Nanyang University of Technology of Singapore dan University of Groningen juga menghadirkan pembicara Dr. Jonathan dari University of Wollongong yang membahas tentang “A Supply-Chain Lens of Social Problems”. “Internationalization for Social Enterprises” oleh Dr. Luluk Lusiantoro dari prodi Manajemen FEB UGM.
Luluk dalam pemaparannya menjelaskan mengenai internalisasi dalam social enterprise. Ia menjelaskan bagaimana pentingnya internasionalisasi serta memahami strategi-strategi apa saja yang bisa dilakukan, nilai dan manfaat dari produk, serta apa yang membuatnya berbeda dengan produk pesaing. Menurutnya nilai-nilai tersebut dapat ditemukan dengan menyelesaikan masalah-masalah sosial. “Semakin besar manfaat yang ditawarkan, semakin besar pula nilainya,” jelasnya.
Menurutnya, suatu perusahaan membutuhkan internasionalisasi untuk menemukan kesempatan dan sumber daya yang lebih besar, meskipun resiko yang akan dijumpai nanti juga lebih besar. Untuk menjadi bagian dari internasionalisasi, kata Luluk, tidak hanya partisipasi dalam ekspor saja, namun sebagai pemasok awal pun menjadi bagian dari jaringan rantai pasokan global. “Semuanya harus didukung dari kewajaran, informasi asimetris, digitalisasi juga berperan penting dalam terjadinya internasionalisasi ini,” pungkasnya.
Penulis: Leony
Editor: Gusti Grehenson