Pengembangan ilmu Pancasila dalam bidang pendidikan, riset dan publikasi di kampus perlu didorong dan digalakkan oleh pemerintah dan Rektor masing-masing perguruan tinggi. Meski beberapa perguruan tinggi sudah mengajarkan ilmu Pancasila, namun tema-tema payung riset tentang kepancasilaan terbilang masih sangat minim. Kalaupun ada, umumnya hanya sebatas merespons isu-isu yang sifatnya temporal. Hasil riset tentang ilmu Pancasila disarankan sebaiknya tidak berhenti pada laporan administratif, namun dilanjutkan ke tingkat publikasi ilmiah, HKI, dan penerapan hasilnya di masyarakat.
Hal itu mengemuka dalam Lokakarya Pengembangan Ilmu Kepancasilaan dari hasil kerja sama antara Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada dengan Universitas PGRI Wiranegara, Pasuruan, Jawa Timur belum lama ini. Dosen Fakultas Filsafat UGM, Dr. Heri Santoso, menegaskan sudah saatnya Pancasila sebagai dasar negara diterjemahkan menjadi Filsafat Ilmu baik pada tataran ontologis, epistemologis, maupun aksiologis dan dikembangkan menjadi konsep, teori, metode dan eksemplar yang harus didukung oleh komunitas ilmuwan di perguruan tinggi. “Kita ingin agar Pancasila menjadi paradigma pengembangan ilmu dan teknologi di Indonesia,” kata Heri kepada wartawan, Senin (26/6) di kampus UGM.
Heri menyebutkan dalam UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi disebutkan bahwa Pendidikan Tinggi di Indonesia berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Namun, jaminan dari aktualisasi Pancasila dalam sistem keilmuan di Pendidikan Tinggi perlu belum diterjemahkan lebih jauh. Padahal, menurutnya ada berbagai kemungkinan model pengembangan pembelajaran ilmu kepancasilaan yang bisa diaktualisasi seperti pengembangan Filsafat Pancasila Notonagoro, Ilmu Ekonomi Pancasila Mubyarto, Ilmu Sosial Profetik Kuntowijoyo, Historiografi Indonesia Sartono Kartodirdjo dan soal Etika Profesi.
Heri menawarkan bila Pancasila hendak dijadikan nafas pengembangan ilmu, maka Pancasila yang berupa nilai-nilai dasar tersebut harus diturunkan pada tataran asumsi, prinsip, dasar dan asas-asas pengembangan ilmu.
Hal senada juga disampaikan oleh anggota Tim Pengabdian Sekolah Pascasarjana UGM, Surono, MA. Ia menyampaikan bahwa pada tataran peraturan perundang-undangan telah disebutkan bahwa sistem pendidikan tinggi berdasarkan Pancasila, namun pada tataran implementasi muncul ada dan tidaknya jaminan bahwa sistem riset kita sudah mengacu berdasarkan Pancasila. Disamping itu, ia menilai beberapa persoalan terkait riset kepancasilaan di Indonesia yang secara kuantitatif relatif masih sedikit. “Belum banyak tema-tema payung riset tentang kepancasilaan. Selama ini riset soal Pancasila ini cenderung hanya merespons isu-isu dan tawaran dana yang sifatnya temporal, dan kebanyakan hasil riset berhenti pada laporan administratif belum sampai pada publikasi ilmiah dan pengimplementasian di masyarakat,” katanya.
Sementara Rektor Universitas PGRI Wiranegara Pasuruan, Dr. Daryono, M.Pd., menyambut baik tawaran kerja sama dari Tim Pengabdian Fakultas Filsafat UGM dalam pengembangan pembelajaran ilmu kepancasilaan. “Sungguh merupakan kehormatan bagi Uniwara Pasuruan dijadikan mitra Fakultas Filsafat UGM untuk mengembangkan Ilmu Kepancasilaan pada Perguruan Tinggi di Jawa Timur”, ungkapnya.
Seperti diketahui, kerja sama pengembangan Ilmu Kepancasilaan dilakukan Fakultas Filsafat dengan menggandeng banyak perguruan tinggi di Indonesia seperti UIN Ar Raniry Banda Aceh, UIN Sultan Thaha Jambi, UIN Raden Pattah Pelembang, UIN Imam Bonjol Padang, dan Universitas Negeri Padang.
Berikutnya, Universitas Pancasila Jakarta, Universitas Tujuh Belas Agustus Semarang, Universitas Islam Mataram Nusa Tenggara Barat, Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Universitas Muhammadiyah Gorontalo, Universitas Pattimura Maluku, dan Universitas Khairun Ternate, Maluku Utara.
Penulis : Gusti Grehenson
Foto : Freepik