Universitas Gadjah Mada menjadi tuan rumah Konferensi Nasional bertema Sexual Violence in Universities: Investigation root cause problems, Prevention, and Responses, yang akan digelar pada Rabu-Kamis (24-27/7) di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM. Konferensi Nasional ini diinisiasi oleh beberapa Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Perguruan Tinggi Berbadan Hukum, yaitu Universitas Gadjah Mada, Universitas Hasanuddin, yang didukung oleh pakar dari Universitas Indonesia, Universitas Airlangga, Universitas Sebelas Maret, Program Kemitraan Australia-Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif (INKLUSI), Yayasan BaKTI, dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).
“Kekerasan seksual menjadi salah satu dari tiga masalah besar yang dihadapi perguruan tinggi selain perundungan dan intoleransi, dan perlu segera ditangani,” ujar Sri Wiyanti Eddyono, S.H., LL.M. (HR), Ph.D. selaku Ketua Satgas PPKS UGM, saat konferensi pers, Selasa (23/7).
Iyik, sapaan akrabnya, melanjutkan bahwa lahirnya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 mewajibkan setiap perguruan tinggi membentuk Satgas PPKS. Satgas PPKS ini memiliki mandat untuk melakukan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual bagi sivitas yang meliputi unsur pendidik, tenaga kependidikan, dan mahasiswa. “Konferensi ini menjadi yang pertama semenjak peraturan tersebut diterbitkan karena masih banyaknya kendala dan permasalahan yang ditemukan oleh Satgas selama bertugas, mulai dari kendala birokrasi, kapasitas, maupun persoalan lainnya yang seringkali sifatnya internal. Kendala ini yang harus kita diskusikan bersama,” tutur Iyik.
Komisioner Komnas Perempuan, Alimatul Qibtiyah, mengungkapkan terbentuknya Satgas PPKS di masing-masing universitas menunjukkan bahwa perguruan tinggi semakin peduli terhadap pencegahan kekerasan seksual (KS). “Dari 125 PTN di Indonesia, semuanya sudah memiliki Satgas PPKS, sedangkan dari 4.000 kampus swasta sekitar 60 persennya,” ungkapnya.
Meski demikian, sosialisasi bagi seluruh sivitas kampus terkait kategori dan klasifikasi KS masih perlu untuk ditingkatkan, mulai dari KS secara verbal maupun fisik. “Semakin banyak sivitas yang paham tentang apa saja yang masuk dalam kategori KS, maka lingkungan kampus yang aman dan terbebas dari KS akan tercapai,” jelas Alimatul.
Konferensi Nasional yang pertama ini akan menyajikan 100 makalah dari 152 panelis dan 63 peserta non panelis dari 87 satgas PPKS se-Indonesia. Tidak hanya itu, hasil luaran dari konferensi tidak hanya berhenti sampai di presentasi saja, tetapi akan dimuat dalam jurnal dan diterbitkan dalam sebuah buku. “Bahkan harapan kami, semoga output dari konferensi ini bisa menjadi bahan masukan untuk perbaikan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021,” tutup Alimatul.
Penulis: Triya Andriyani
Foto: Firsto