Salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan pada poin empat adalah pendidikan yang berkualitas, yang mana pada poin tersebut memiliki 10 target yang harus tercapai di tahun 2030. Salah satunya adalah menjamin semua peserta didik, tanpa membedakan gender, memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk meningkatkan pembangunan dan gaya hidup yang berkelanjutan, serta perluasan secara global jumlah beasiswa bagi negara berkembang untuk mendaftar di pendidikan tinggi di negara maju lainnya. Sejalan dengan itu, Senin (27/5), Departemen Geografi Pembangunan, Fakultas Geografi UGM, telah menyelenggarakan SDGs Seminar Series yang ke 101 dengan tema “Menjadi Agen Keberlanjutan dari Bangku Kuliah.” Seminar yang dilakukan secara daring menggunakan media Zoom tersebut, juga disiarkan melalui live Youtube dan live report story Instagram.
Dr. Geog. Dodi Widiyanto, S.Si., M.Reg.Dev selaku Ketua Program Studi Pembangunan Wilayah dalam sambutannya mengatakan pembangunan yang semakin kompleks akan memaksa manusia untuk terus meningkatkan kualitas agar dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman. “Mahasiswa sebagai kalangan usia produktif mempunyai tanggung jawab dalam menjadi agen penggerak dan perubahan dalam keberlanjutan bangsa,” tuturnya. Ia menambahkan, perkuliahan dapat menjadi kesempatan besar bagi mahasiswa untuk meningkatkan potensi dan kemampuan mahasiswa.
Memasuki sharing session, Najwa Nur Awalia, mahasiswa Prodi Geografi Lingkungan, didapuk sebagai narasumber. Mahasiswa Berprestasi UGM tahun 2024 yang juga dinobatkan sebagai Mahasiswa Berprestasi Tingkat Wilayah V 2024 ini berbagi pengalaman terkait kiat menjadi agen keberlanjutan yang ia lakukan dengan mengoptimalkan masa-masa kuliah bahkan di saat pandemi. “Tahun 2021 saya mendapatkan kesempatan untuk mengikuti kompetisi di Turki, funding sudah siap, tapi masih belum pasti berangkat atau tidak karena terkendala covid,” ungkapnya. Mengingat pengalaman berharga yang akan ia dapatkan, Najwa memutuskan untuk berangkat pada akhirnya.
Dari banyak pengalaman yang telah ia lakukan, Najwa menumbuhkan pembelajaran untuk diri sendiri. Ia membentuk dirinya untuk menjadi seseorang yang resilience, growth mindset, terbuka, serta menemukan lingkungan yang suportif dan mentor yang baik untuk menciptakan improvement bagi dirinya sendiri. Saat mengikuti perlombaan, ia berujar, ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar mendapatkan nilai yang baik saat penjurian. “Be true, be best version of yourself, be active but not dominating, dan teruslah menjadi orang yang mampu meluaskan relasi,” ujarnya.
Najwa menambahkan, sebagai mahasiswa, manajemen waktu tentu menjadi sebuah tantangan tersendiri. Dalam hal manajemen waktu, pertama yang perlu dibangun adalah prioritas. Prioritas ini yang mengatur langkah-langkah utama yang harus diambil atau didahulukan. Terdapat satu teknik yang dapat diterapkan yaitu Pareto Analysis, di mana 80% hasil yang ingin didapatkan bisa diperoleh dengan 20% usaha. Hal ini bukan berarti meminimalkan usaha yang dilakukan, melainkan mencoba untuk memfokuskan usaha pada prioritas-prioritas yang telah dibangun.
Sebagai penutup, Najwa berpesan bahwa sebagai seorang mahasiswa, perlu disadari bahwa kesempatan belajar adalah sebuah privilege, sehingga kesempatan itu perlu dimaksimalkan dan dioptimalkan. Setelahnya mahasiswa perlu menyadari bahwa kesempatan belajar juga memberikan peluang untuk terus mengeksplorasi hal baru sehingga tidak ada salahnya untuk mencoba.
Sesi terakhir pada seminar diisi dengan sesi diskusi interaktif dari peserta yang terdiri tidak hanya dari unsur mahasiswa, tetapi juga dosen dari berbagai perguruan tinggi baik negeri maupun swasta di seluruh Indonesia, pemerintah, private sector, praktisi-pemerhati SDGs, serta masyarakat umum.
Penulis: Triya Andriyani