Pendidikan vokasi saat ini menjadi pilar utama dalam upaya penguatan kualitas sumber daya manusia untuk menyongsong Indonesia Emas 2045. Penguatan pendidikan vokasi dimulai dari jenjang sekolah menengah kejuruan hingga sampai ke tingkat sarjana terapan. Pasalnya, lulusan pendidikan vokasi telah mendukung kebutuhan tenaga kerja industri di tanah air. Meski begitu, masih banyak perusahaan yang menganggap lulusan vokasi belum cukup layak untuk terjun ke ranah industri. Sehingga perlu adanya perbaikan pembelajaran berbasis industri, agar pendidikan vokasi memiliki relevansi yang kuat terhadap kebutuhan industri, usaha, dan kerja.
Hal itu mengemuka Seminar Nasional yang bertajuk “Penguatan Pendidikan Vokasi yang Paripurna Sebagai Pilar Visi Indonesia Emas 2045”, Sabtu (19/10), di Gedung Teaching Industry Learning Center (TILC) Sekolah Vokasi UGM. Seminar yang diselenggarakan oleh Sekolah Vokasi UGM ini menghadirkan tiga pembicara yaitu, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek RI, Saryadi, S.T., M.B.A; Anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Dr. Muhammad Aditya Warman, S.Psi., M.B.A.; dan Direktur Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Aliridho Barakbah, S.Kom., Ph.D.
Dekan Fakultas Sekolah Vokasi UGM, Prof. Dr.-Ing. Ir. Agus Maryono, IPM, ASEAN Eng., mengatakan pendidikan vokasi sudah seharusnya berlandaskan ilmu terapan. Agus mengungkapkan alasan riset di Indonesia belum semaju di negara lain, yaitu salah satunya ketidakseimbangan antara riset keilmuan murni dan terapan.
Agus juga menyinggung perihal kapabilitas mahasiswa vokasi di mata perusahaan. Oleh karena itu, pendidikan vokasi seharusnya bisa meyakinkan perusahaan bahwa mahasiswa mereka sudah cukup layak untuk terjun ke ranah industri.
Dalam kesempatan itu, Agus Maryono melaporkan bahwa SV UGM merupakan fakultas penyumbang mahasiswa lolos Indonesia International Student Mobility Award (IISMA) dan Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) terbanyak di UGM. Belum lagi, ratusan mahasiswa lain yang mengikuti program magang independen melalui program studi masing-masing. “Saya kira ini menunjukkan capaian dan relevansi pendidikan vokasi di masa depan,” katanya.
Sementara Saryadi mengungkapkan signifikansi pendidikan vokasi dalam peta jalan pendidikan Indonesia. Berdasarkan UU Nomor 59 Tahun 2024 tentang RPJPN, pendidikan vokasi menjadi pilar utama sumber daya manusia dan produktivitas Indonesia di masa depan. Dengan mewujudkan pembelajaran berbasis industri, pendidikan vokasi memiliki relevansi yang kuat terhadap kebutuhan industri, usaha, dan kerja.
Selain itu, Saryadi juga membahas tentang tantangan yang dihadapi oleh pendidikan vokasi Indonesia ke depannya. Di antara tantangan tersebut adalah belum optimalnya peran perguruan tinggi sebagai pengembang ilmiah dan pemroduksi ilmu pengetahuan. Ia mengajak para akademisi untuk melanjutkan riset yang telah dikembangkan dan tidak berhenti di publikasi saja. “Hasil riset itu dapat bermanfaat dan membawa dampak dan bisa menjadi solusi di masyarakat,” ujar Saryadi.
Penulis : Tiefany
Editor : Gusti Grehenson