
Guru Besar UGM Bidang Infrastruktur dan Transportasi sekaligus Kepala Laboratorium Manajemen Proyek Konstruksi dari Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan (DTSL) FT UGM, Prof. Danang Parikesit, memperkirakan pertumbuhan sektor jasa konstruksi mencapai 4,5–6% di tahun 2026. Pertumbuhan ini ditopang proyek Ibu Kota Nusantara (IKN), alokasi APBN untuk infrastruktur pertanian, proyek strategis nasional (PSN), dan infrastruktur daerah melalui Dana Alokasi Khusus (DAK).
“Proyek utama misalnya pembangunan tiga juta rumah swasta dengan estimasi Rp240 triliun untuk satu juta rumah di tahun 2026, serta inisiatif strategis pemerintah dalam infrastruktur energi, kawasan industri, dan hilirisasi. Menandai pergeseran strategi pembangunan dari berbasis anggaran negara menuju pembiayaan kreatif, kemitraan, dan swasta,” kata Danang dalam webinar bertajuk “Market Outlook Persepsi Risiko Usaha Jasa Konstruksi 2026”, Kamis (4/9).
Meski mengalami pertumbuhan, Danang menyoroti soal tantangan yang dihadapi usaha jasa konstruksi kecil dan menengah (UJK) yang rentan dalam kondisi ketidakpastian usaha, keterbatasan teknologi, dan kompetensi SDM. Untuk itu, ia menekankan perlunya kebijakan berkelanjutan melalui beberapa langkah strategis, antara lain penyediaan informasi real-time untuk komoditas strategis, peningkatan kompetensi tenaga ahli dan terampil secara masif, dukungan pembiayaan dan penjaminan, penetapan standar industri, diversifikasi usaha, serta penguatan kemitraan bagi UJK.
Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR, Boby Ali Azhari, M.Sc., menekankan bahwa sektor konstruksi memiliki peran vital dalam perekonomian nasional. Ia menambahkan, target pertumbuhan ekonomi nasional 8% pada 2029 juga ditopang sektor konstruksi. Menurutnya, diperlukan transformasi dalam menjawab tantangan sektor konstruksi.
Hal senada juga disampaikan Kepala Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM, Ikaputra, Ph.D., yang menilai sistem transportasi, logistik, dan industri jasa konstruksi, bisa saling mendukung dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan. Oleh karena itu, para pemangku kepentingan perlu memperkuat kolaborasi lintas sektor, demi mendukung pembangunan infrastruktur yang adaptif dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.
Penulis : Kezia Dwina Nathania
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Freepik