Ketika mendengar kata primbon Jawa, mungkin sebagian besar masyarakat memiliki persepsi bahwa primbon Jawa merupakan suatu ramalan yang klenik, syirik, dan tidak rasional. Persepsi-persepsi semacam itu mengakibatkan primbon Jawa tidak dianggap penting dalam kehidupan masyarakat. Lambat laun, eksistensinya mulai dilupakan dan terancam hilang.
Menghadapi fenomena tersebut, lima mahasiswa UGM yang tergabung dalam tim Program Kreativitas Mahasiswa bidang Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) yang terdiri dari Bagus Arianto, Kenyo Kartikowengi, Zumrotush Sholihah, Punta Dharma Wijaya, dan Windy Susanty melakukan penelitian dengan mengangkat judul Eksistensi Primbon Jawa dalam Persepsi Masyarakat Kota Yogyakarta di Era Modern. Tim PKM-RSH inipun mendapat pendampingan Dr. Sartini, M.Hum selaku dosen Fakultas Filsafat UGM.
Bagus Arianto mengatakan penelitian yang dilakukan para mahasiswa UGM ini bertujuan untuk mencari tahu persepsi masyarakat Kota Yogyakarta terhadap eksistensi primbon Jawa serta faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi tersebut. Jawaban atas dua hal tersebut nantinya akan dipergunakan untuk menyusun strategi melestarikan primbon Jawa pada era modern.
Dia menyampaikan berdasarkan hasil survei penelitian yang dilakukan oleh tim mahasiswa UGM, sekitar 34 persen dari 97 masyarakat yang disurvei secara acak menyatakan bahwa primbon Jawa merupakan sebuah “kebudayaan klenik”. Primbon Jawa juga dikatakan syirik, dan kurang relevan pada era modern saat ini.
“Pernyataan tersebut tentunya dilatarbelakangi oleh persepsi masyarakat Kota Yogyakarta bahwa primbon Jawa tidak dapat dipercayai kebenarannya secara ilmiah dan rasional serta dianggap mendahului takdir dan kuasa Tuhan”, ujar Bagus di Kampus UGM, Jumat (2/8).
Melihat banyaknya masyarakat Kota Yogyakarta yang memiliki persepsi demikian, tim mahasiswa UGM melakukan wawancara dengan beberapa narasumber yang memiliki pengetahuan tentang primbon dan kebudayaan Jawa. Berdasarkan kesimpulan yang didapat oleh tim mahasiswa UGM, persepsi negatif sebagian masyarakat Kota Yogyakarta terhadap primbon Jawa tercipta karena masyarakat tidak memiliki pemahaman yang holistik atau menyeluruh tentang primbon Jawa.
Primbon Jawa sesungguhnya merupakan bentuk kebudayaan sekaligus proyeksi yang diciptakan berdasarkan pengalaman nyata para leluhur Jawa yang dititeni secara berulang dengan tujuan agar kosmik atau keseimbangan antara manusia dan alam semesta dapat terjaga. “Primbon itu catatan dari para pendahulu dan leluhur kita tentang kehidupan manusia dan alam semesta,” ucap KMT. Projosuwasono dalam keterangannya yang disampaikan di Pendopo Pangurakan Yogyakarta.
Budayawan asal Kotagede, Achmad Charris Zubair (ACZ) juga ikut mengomentari fenomena persepsi masyarakat modern terhadap primbon Jawa. Menurutnya, kesalahpahaman persepsi masyarakat terhadap primbon Jawa ini disebabkan karena ketidaksesuaian paradigma epistemologi yang digunakan dalam memahami primbon Jawa.
“Primbon Jawa sesungguhnya tidak dapat kita pahami menggunakan paradigma epistemologi Barat yang positivistik, karena paradigma Barat dan paradigma Jawa adalah sesuatu yang berbeda,” paparnya menanggapi.
“Ya karena begini, masyarakat Jawa itu kan sebetulnya masyarakat yang memiliki dasar untuk percaya kepada harmoni. Jadi kehidupan manusia Jawa itu mengagumkan harmoni dan ada tiga tata hubungan yang harus selalu harmoni bagi masyarakat Jawa, yaitu hubungan dengan sesuatu yang transenden (Tuhan), hubungan dengan sesama manusia, dan hubungan dengan alam semesta. Primbon Jawa diciptakan oleh masyarakat Jawa untuk menjaga tiga harmoni itu” ucap Achmad Charris Zubair.
Berdasarkan hasil analisis data penelitian, Bagus Arianto beserta anggota tim lainnya mengusulkan agar primbon Jawa mendapatkan perhatian dari pemerintah sebagai pemangku kebijakan agar dapat dikenalkan kepada masyarakat luas. Adapun cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengadakan pengenalan dan pendidikan primbon Jawa sebagai warisan budaya dan pengetahuan lokal di jenjang pendidikan dan di masyarakat. Sedangkan untuk jenjang perguruan tinggi, tim ini mengusulkan agar primbon Jawa mendapatkan tempat dalam bidang ilmu sosial-humaniora dan menjadi objek kajian riset dalam rangka merumuskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan lokal di Indonesia.
Penulis : Agung Nugroho